Rabu, 20 Oktober 2010

Makalah Hematologi

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak 1
semester V prodi keperawatan
Anak Dengan Gangguan Sistem Hematologi


  
                                             



Disusun :

Angga Adyatma
NIM : 08.20.0972










SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
2010/2011


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PENGKAJIAN DAN PENGELOLAAN KLIMAKTERIUM”. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim  penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan penggetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan segala kemampuan dan penggetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tanggan terbuka menerima masukan saran dan usulan guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.





Banjarmasin, 17 oktober 2010


(……………………………..)



DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR ……………………………………………….                     i          
DAFTAR ISI …………………………………………………………                     ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ………………………………………………..        1
1.2. Tujuan ………………………………………………………...        3
1.3. Metode Penulisan …………………………………………….        3
1.4. Sistematika …………………………………………………...         4

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Hematologi …………………………………………..        5
2.2. Pengkajian ……………………………………………………         12
2.3. Diagnosa Keperawatan ………………………………………         14
2.4. Intervensi dan Rasional ………………………………………        15
2.5. Evaluasi ………………………………………………………         17

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan …………………………………………………..         19
3.2. Saran …………………………………………………………         19

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika keadaannya telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil. Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian. Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada kematian.
a.        Fungsi darah

1.      Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paruparu.
2.      Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus ke seluruh tubuh.
3.      Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi
4.      Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung lekosit, antibody dan substansi protektif lainnya.
5.      Mengangkut ekskresi hormon dari organ yang satu ke organ lainnya.
6.      Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7.      Mengatur suhu tubuh.
8.      Mengatur keseimbangan tekanan osmotik.
9.      Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10.  Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh

b.        Komponen darah

1. Bagian korpuskuli (elemen seluler)

a)      ErItrosit (sel darah merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria dewasa adalah lima juta/μl darah sedangkan pada wanita empat juta/μl darah. Berbentuk bikonkaf, warna merah disebabkan oleh adanya Hemoglobin. Dihasilkan oleh limpa, hati dan sum-sum tulang pada tulang pipih. Berusia sekitar 120 hari, sel yang telah tua dihancurkan di hati dan dirombak menjadi pigmen bilirubin (Pigmen empedu). Fungsi primernya adalah mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru. Morfologi Mikroskopis Eritrosit dengan Pembesaran objektif 100 kali

b)      Lekosit (sel darah putih)
            Jumlah sel pada orang dewasa 6000 – 9000 sel/μl darah. Diproduksi di sum-sum tulang, limpa dan kelenjar limfe.
Terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

1.      Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula. Terdiri dari :

a)      Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing)
b)      Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan pada reaksi alergi
c)      Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Poly Morpho Nuclear dan berfungsi sebagai fagosit

2.      Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Terdiri dari:

a)      Limfosit Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu

· Limfosit T        : Berperan sebagai imunitas seluler

· Limfosit B        : Berperan sebagai imunitas humoral

b)      Monosit yaitu Lekosit dengan ukuran paling besar
Fungsi lekosit ada dua, yaitu :

1.      Fungsi defensip yaitu fungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi.
2.      Fungsi reparatif yaitu fungsi yang memperbaiki / mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah.

c)      Trombosit (keping darah / sel darah pembeku)
Jumlah pada orang dewasa 200.000 – 500.000 sel/μl darah. Bentuknya tidak teratur dan tidak mempunyai inti. Diproduksi pada sum-sum tulang dan berperan dalam proses pembekuan darah.

c)      Bagian cair (plasma / serum)

a)      Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan.

b)      Serum adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang dibiarkan membeku tanpa penambahan antikoagulan.

1.      Serum komposisinya hampir sama dengan plasma. Perbedaannya adalah pada serum :

(1). Tidak mengandung fibrinogen

(2). Tidak mengandung faktor pembekuan (faktor II, V dan VIII)

(3). Mengandung serotonin tinggi karena adanya perusakan pada platelet

2.      Bagian cairan ini terdiri atas 91 % air dan 9 % bahan padat (organik dan anorganik) dan didalamnya mengandung berbagai macam zat, yaitu :

(1). Golongan karbohidrat contohnya glukosa

(2). Golongan protein contohnya albumin, globulin, fibrinogen

(3). Golongan lemak contohnya kolesterol

(4). Golongan enzim contohnya amilase, transaminase

(5). Golongan hormon contohnya insulin, glukagon

(6). Golongan mineral contohnya zat besi (Fe), kalium (K)

(7). Golongan vitamin contohnya vitamin A, vitamin K

(8).Golongan sisa metabolisme contohnya urea, asam urat, kreatinin.

(9).Golongan zat warna contohnya bilirubin
1.2.   Tujuan

a.        Umum
Mahasiswa S1 keperawatan Semester V mampu memahami serta dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system hematologi.

b.         Khusus
Siswa dapat memahami pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, insiden, penatalaksanaan, serta proses keperawatan pada klien gangguan hematologi.

1.3.   Metode Penulisan

Makalah ini menggunakan metode literatur, internet, diskusi kelompok, serta bimbingan dengan dosen pembimbing.


1.4.   Sistematika
Makalah ini terdiri dari bab I pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan, bab II tinjauan teoretis meliputi konsep penyakit Pada anak dengan gangguan sistem hematologi, pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, dan rasional serta proses keperawatannya, bab III penutup meliputi kesimpulan dan saran.











































BAB II
TINJAUAN TEORITIS


2.1. Konsep Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulan dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1.      Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan  protein darah.
2.      Butir-butir darah ( blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut :
a. Eritrosit (sel darah merah)
b. Leukosit (sel darah putih)
c. Trombosit (platelet) butir pembeku darah.

Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit ( sel darah merah, normalnya 5 ribu per mm3 darah) dan lekosit 9 sel darah putih, normalnya 5000 – 10000 per mm3 darah). Terdapat sekitar 500 – 1000 eritrost tiap satu lekosit. Lekosit dapat berada dalam berapa bentuk; eosinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit. Fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit ( normalnya 150000 – 450000 per mm3 darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% - 45% voume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak, dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobinyang terkandung dalam sel darah merah.
Volume darah manusia skitar 7% - 10% berat badan norma dan berjumlah sekitar 5 litet. Darah bersirkulasi di dalam system vaskulerdan berperan sebagai penghubng antar organ tubuh, membawa oksigen yang diabsobsi oleh paru dan nutrisi yang diabsobsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tbuh ntuk metabolisme sel. Darah juga mengangkut produsi sampah yang dihasilkan oleh metabolism sel ke paru, kulit, dan ginjal yang akan ditransformaasidan dibuang ke luar drai tubuh. Darah juga membawa hormone dan antibody ke tempat sasaran atau tujuan.
Asuhan Keperawatan Gangguan Pada Sistem Hematologi “Anemia” Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sum-sum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus, yang berbeda dengan organ lain. Untuk menjalankan fungsinya darah harus tetap berada dalam keadaan cairan normal. karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vaskuler akibat trauma. atau kegagalan sum-sum tulang atau keduanya dapat menimbulkan anemia. anemia bukan merupakan penyakit atau gangguan fungsi tubuh. secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut O2 ke jaringan. Anemia yang sering terjadi pada anak dapat digolongkan dalam beberapa bagian antara lain:




A.    Anemia Aplastik

1.      Defenisi
Anemia aplastik dapat didefinisikan sebagai suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum tulang.
2.      Etiologi
Penyebab bisa congenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, insektisida, obat-obat klorompenikol pasca hepatitis, kelainan hemoglobinuria paroksisimal nokturnal.
1.      Faktor Kongenital
Sindrom fankoni yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti microsepali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya
2.      Faktor didapat
Bahan kimia               : Benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb
Obat                           : Cloramfenikol, Mesantoin (anti konvulsan), piribenzamin (anti histamin), santonin/kalomel, obat sitostatika (mileran, metrotrexate, TEM, Vincristine, rubidomycine, dsb)
Radiasi                       : Sinar rontgen, radio aktif.
Faktor individu           : Alergi terhadap obat, bahan kimia dll
Infeksi                       : Tuberculosis milier, hepatitis dab
Lain – lain                   : Keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin.
Idiopatik                     : Merupakan penyebab yang paling sering.

3.      Fatofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum dapat terjadi akibat invasi kuman, kekurangan nutrisi, selain pembentukan Hb terganggu akan menyebabkan terjadinya gangguan pada sirkulasi O2 dan nutrisi kejaringan tbuh dan mengakibatkan penurunan tekanan dalam sirkulasi paru dan terjadinya kelemahan serta kelelahan
4.      Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi gagal ginjal, paratesia dan kejang pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih besar kemungkinan mengalami anemia atau gejala gagal jantung kongestif daripada seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung.


7.      Uji laboratoriun dan diagnostik :

1.      Hitung darah lengkap disertai diferensial – anemia makrositik, penurunan granulosit, monosit dan limfosit
2.      Jumlah trombosit – menurun
3.      Jumlah retikulosit – menurun
4.      Aspirasi & biopsi sumsum tulang – hiposelular
5.      Elektroforesis hemoglobin – kadar hemoglobin janin meningkat
6.      Titer antigen sel darah merah – naik
7.      Uji gula air – positif
8.      Uji Ham – positif
9.      Kadar folat dan B12 serum – normal atau meningkat
10.  Uji kerusakan kromosom – positif untuk anemia Fanconi

8.      Penatalaksanaan Medis :

Pilihan utama pengobatan anemia aplastik adalah tranplantasi sumsum tulang
dengan donor saudara kandung, yang antigen limfosit manusianya (HLA) sesuai. Imunoterapi dengan globulin anti timosit (ATG) atau globulin anti limfosit (ALG) adalah terapi primer bagi anak yang bukan calon untuk transplantasi sumsum tulang. Terapi penunjang mencakup pemakaian antibiotik dan pemberian produk darah. Antibiotika dipakai untuk mengatasi demam dan neutropenia, antibiotika profilaktif tidak diindikasikan untuk anak yang asimptomatik. Produk darah yang dapat diberikan adalah sbb :

1.      Trombosit – untuk mempertahankan jumlah trombosit diatas 20.000/mm3. Pakai feresis trombosit donor tunggal untuk menurunkan jumlah antigen limfosit manusia yang terpajan pada anak itu.
2.      Packed red blood cells – untuk mempertahankan kadar hemoglobin diatas g/dl (anemia kronik sering ditoleransi dengan baik) untuk terapi jangka panjang pakai deferoksamin sebagai agens pengikat ion logam untuk mencegah komplikasi kelebihan besi
3.      Granulosit – ditransfusi ke pasien yang menderita sepsis gram negative
4.      Pengkajian Keperawatan :
1. Mengkaji tempat-tempat perdarahan dan gejala perdarahan
2. Mengkaji tingkat aktivitas
3. Mengkaji tingkat perkembangan
5.      Diagnosa Keperawatan :
1. Risiko tinggi cedera
2. Risiko tinggi infeksi
3. Intoleransi aktivitas
4. Kelelahan
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
6.      Intervensi Keperawatan :

1.      Identifikasi dan laporkan tanda dan gejala perdarahan
a.       Tanda-tanda vital (denyut apex meningkat, nadi lemah dan cepat, TD menurun)
b.      Tempat perdarahan
c.       Warna kulit (pucat) dan tanda-tanda diaphoresis
d.      Kelemahan
e.       Penurunan tingkat kesadaran
f.       Penurunan jumlah trombosit
2.      Lindungi dari trauma
a.       Jangan beri aspirin atau obat-obat NSAID
b.      Hindari suntikan IM dan suppositoria
c.       Beri obat kontrasepsi untuk mengurangi menstruasi berlebihan
d.      Usahakan higiene mulut yang baik dengan sikat gigi lunak
3.      Lindungi dari Infeksi
a.       Hindari kontak dengan sumber infeksi potensial
b.      Usahakan isolasi ketat (rujuk kebijakan dan prosedur RS)
c.       Beri produk darah dan pantau respon anak terhadap infus (setelah transplantasi sumsum tulang untuk menghindari sensitisasi terhadap antigen transplantasi donor)
d.      Observasi adanya efek samping atau respons yang merugikan
e.       Observasi tanda-tanda kelebihan cairan
f.       Pantau tanda-tanda vital sebelum pemasangan infus, pantau selama 15 menit
g.      selama jam pertama dan kemudian setiap jam setiap infus terpasang
h.      Berikan periode istirahat yang lebih sering. Berikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan toleransi aktivitas dan mencegah kelelahan
i.        Pantau respons terapeutik dan respon yang merugikan terhadap pengobatan, pantau kerja dan efek samping obat
j.        Siapkan anak dan keluarga untuk transplantasi sumsum tulang
k.      pantau tanda-tanda komlikasi trasplantasi sumsum tulang
l.        Berikan aktivitas pengalih dan rekreasi sesuai usia
m.    Berikan penjelasan sesuai usia sebelum pelaksanaan prosedur

4.      Hasil yang diharapkan
a.       Anak berangsur-angsur mengalami peningkatan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan akhirnya trombosit
b.      Infeksi yang terjadi pada anak semakin sedikit
c.       Episode perdarahan pada anak minimal
d.      Anak dan keluarga memahami perlunya perawatan di rumah dan perawatan tindak lanjut.


B.     Anemia Defesiensi Zat besi
1.      Defenisi
Keadaan dimana kandungan zat besi tubuh total turun dibawah normal.
2.      Etiologi
Umunya disebabkan oleh perdarahan kronik, investasi cacing tambang, diet yang tidak cukup, absorbsi yang menurun, kebutuhannya meningkat pada kehamilan, laktasi, perdarahan pasda saluran cerna, mestruasi, donor darah, hemoglobinuria, penyimpanan besi berkurang.
3.      Fatofisiologi
Penderita defesiensi besi yang berat lebih dari 40mg/100ml: Hb 6-7 grm/100ml mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata dan mudah patah, selain itu atropi papilla lida mengakibatkan lida tampak pucat, licin mengkilat, merah daging, meradang dan sakit, dapat juga timbul stomatis angularis, pesah-pecah dan kemerahan disudut mulut yang menimbulkan rasa nyeri.
4.      Komplikasi

1.      Perkembangan otak buruk
2.      daya konsentrasi menurun
3.      Hasil uji perkembangan menurun
4.      Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

5.      Uji laboratorium dan Diagnostik

1.      Kadar porfirin eritrosit bebas – meningkat
2.      Konsentrasi besi serum – menurun
3.      Saturasi transferin – menurun
4.      Konsentrasi feritin serum – menurun
5.      Hemoglobin – menurun & Rasio hemoglobin – porfirin eritrosit – meningkat
6.      Mean Corpuscle Volume (MCV) dan Mean Corpuscle Hemoglobin Concentration (MCHC) – menurun, menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat
7.      Selama pengobatan, jumlah retikulosit – meningkat dalam 3 –5 hari sesudah dimulainya terapi besi mengindikasikan respon terapeutik yang positif
8.      Dengan pengobatan, hemoglobin – kembali normal dalam 4 – 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat

6.      Penatalaksanaan Medis :

Usaha pencegahan ditujukan pada pengobatan dan intervensi. Pencegahan
tersebut mencakup menganjurkan ibu untuk memberikan ASI, makan makanan kaya zat besi dan, minum vitamin pranatal yang mengandung besi. Terapi untuk mengatasi anemia zat besi terdiri dari program pengobatan berikut : Zat besi diberikan per oral (PO) dalam dosis 2 – 3 mg per kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya (ferosulfat, ferofumarat, ferosuksinat, feroglukonat). Vitamin C harus diberikan bersama zat besi (vitamin C meningkatkan absorbsi besi). Zat besi paling baik diserap bila iminum 1 jam sebelum makan. Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai kecuali terdapat penyakit malabsorbsi usus halus.

7.      Intervensi Keperawatan

1.      Pantau efek terapeutik dan efek yang tidak diinginkan terhadap terapi zat besi pada anak
2.      Efek samping dari terapi oral (perubahan warna gigi) jarang terjadi
3.      Ajarkan tentang cara-cara mencegah perubahan warna gigi
- minum preparat besi dengan air, sebaiknya dengan jus jeruk
- berkumur setelah minum obat
4.      Anjurkan untuk meningkatkan makanan berserat dan air untuk mengurangi konstipasi dari zat besi
5.      Untuk mengatasi konstipasi berat akibat zat besi, cobalah untuk
6.      menurunkan dosis zat besi, tetapi memperpanjang lama pengobatan.
7.      Ajarkan pada orangtua tentang asupan nutrisi yang adekuat
8.      Kurangi asupan susu pada anak
9.      Tingkatkan asupan daging dan pengganti protein yang sesuai
10.  Tambahkan padi-padian utuh dan sayur-sayuran hijau dalam diet
11.  Dapatkan informasi tentang riwayat diet dan prilaku makan
12.  Kaji faktor-faktor yang menyebabkan defisiensi besi nutrisi psikososial, prilaku, dan nutrisional
13.  Buat rencana bersama orangtua tentang pendekatan-pendekatan kebiasaan makan yang dapat diterima
14.  Rujuk ke ahli gizi untuk evaluasi dan terapi intensif
15.  Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya, karena zat besi dari ASI mudah untuk diserap

8.      Hasil yang diharapkan

1.      Warna kulit anak membaik
2.      Pola tumbuh anak membaik
3.      Tingkat aktivitas anak sesuai dengan usianya
4.      Orangtua menunjukkan pemahamannya terhadap aturan pengobatan di rumah (pemberian obat, makanan kaya zat besi yang sesuai)

C.     Anemia Sel Sabit

1.      Definisi

Anemia sel sabit adalah anemia dimana kondisi eritrosit mengandung bentuk hemoglobin yang abnormal (HbS) dengan rantai beta yang abnormal. Sebagai akibatnya mereka mengambil bentuk aneh (bersabit) jika tekanan oksigen menurun.
.
2.      Etiologi

Kelainan bawaan (kongenital) atau merupakan faktor yang didapat (acquired).

3.      Patofisiologi
Defek dasar pada penyakit ini adalah adalah gen autosom yang mutan yang mempengaruhi penggantian valin dengan asam glutamat pada rantai hemoglobin. Sel darah merah pada pada anemia ini berbentuk sabit dan memiliki kemampuan yang kurang dalam hal membawa oksigen. Sel ini juga memiliki angka destruksi yang lebih besar dari sel darah normal. Jangka hidupnya menurun hingga 16 sampai 20 hari. Sel sabit sangat kaku, karena hemoglobinnya berbentuk gel, dehidrasi seluler, dan membrannya yang tidak fleksibel. Sel-sel ini menyebabkan terperangkap dalam sirkulasi dan membentuk lingkaran setan infark dan sickling yang progresif. Terdapat 3 jenis krisis : (1) oklusi pembuluh darah (sangat nyeri), (2) sekuestrasi limpa, dan (3) aplastik. Krisis sel sabit menurun frekuensinya sejalan dengan bertambahnya usia. Mortalitas pada tahun-tahun pertama umumnya disebabkan oleh infeksi dan krisis sekuestrasi.
4.      Komplikasi

1.      Kurang tidur.
2.      Pubertas tertunda
3.      Fertilitas terganggu
4.      Priapismus
5.      Batu empedu
6.      Ulkus tungkai
7.      Penyakit jantung, hati dan ginjal menahun
8.      Osteomielitis
9.      Depresi, isolasi, dan rendah diri
10.  Enuresis
11.  Risiko tinggi ketergantungan obat
12.  Hubungan anak – orangtua tegang
13.  Stroke

5.      Uji Laboratorium dan Diagnostik

1.      Elektroforesis hemoglobin, sebaiknya dilakukan pada saat lahir terhadap semua bayi sebagai bagian dari skrinning bayi baru lahir. Uji ini dapat menghitung persentase hemoglobin S yang ada
2.      Darah atau sel fetus – uji ini memungkinkan penetapan diagnosis prenatal antara kehamilan minggu ke 9 dan 11

6.      Penatalaksanaan Medis

Meskipun sampai saat ini belum ditemukan obat untuk anemia sel sabit, tetapi penatalaksanaan medis yang dilakukan dapat mengurangi terjadinya krisis. Pemberian penicillin profilaktik untuk mencegah septikemia hendaknya dilakukan pada periode baru lahir. Imunisasi tambahan yang diperlukan adalah (1) vaksin pneumokokus saat berusia 2 tahun, dengan booster saat anak berusia 4 sampai 5 tahun dan (2) vaksin influenza
Program hipertransfusi bagia anak dengan riwayat stroke, penyakit paru progresif dan mungkin juga krisis vasooklusif berat (kontroversial), adalah pengobatan yang kinssi diberikan. Kelebihan besi menyebabkan besi tersebut mengendap pada organ-organ dengan komlikasi sebagai berikut : kardiomiopati, sirosis, diabetes tergantung insulin, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, pertumbuhan yang tertunda, dan perkembangan seks yang juga tertunda. Deferoksamin (Desferal) yang diberikan melalui subkutan atau transfusi, mengkelasi besi sehingga dapat dikeluarkan bersama urin atau empedu untuk membantu mengurangi komplikasi tersebut.
Analgesik dipakai untuk mengendalikan nyeri selama masa krisis. Antibiotik dapat dipakai, karena infeksi dapat memicu terjadinya krisis.

7.      Pengkajian Keperawatan

1.      Kaji sistem kardiovaskulernya (nadi, thorax, tampilan umum, kulit dan edema)
2.      Kaji sistem respirasinya ( bernapas, hasil auskultasi thorax, bentuk dan lingkar dada, tampiln umum)
3.      Kaji tingkat nyeri anak.

8.      Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan perfusi jaringan : ginjal, serebrum, dan perifer
2.      Nyeri
3.      Risiko tinggi keletihan
4.      Risiko tinggi infeksi
5.      Risiko tinggi kelebihan volume cairan
6.      Risiko tinggi cedera
7.      Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
8.      Risiko tinggi koping keluarga tidak efektif : menurun
9.      Risiko tinggi koping individu tidak efektif : menurun
10.  Risiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif

9.      Intervensi Keperawatan

1.      Cegah atau minimalkan efek dari krisis sel sabit :
Sadari bahwa pengkajian dan penanganan dini adalah kunci pencegahan dan intervensi episode krisis
2.      Hindari dingin dan vasokonstriksi selama episode nyeri, dingin dapat meningkatkan sickling
3.      Berikan dan tingkatkan hidrasi (satu setengah sampai 2 kali didrasi rumatan)
4.      (1) pertahankan dengan ketat asupan dan keluaran
(2) kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
tingkatkan oksigenasi jaringan : pantau adanya tanda-tanda hipoksia – sianosis; hiperventilasi; peningkatan denyut apeks; frekuensi napas dan tekanan darah; dan konfusi mental
5.      Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian oksigen
6.      Pantau penggunaan alat oksigen.
7.      Berikan dan pantau penggunaan produk darah dan terapi kelasi; kaji tanda-tanda reaksi transfusi demam, gelisah, disritmia jantung, menggigil, mual dan muntah, nyeri dada, urin merah atau hitam, sakit kepala, nyeri pinggang, dan tanda-tanda syok atau gagal ginjal
8.      Pantau adanya tanda-tanda kelebihan cairan sirkulasi (overload)-dispnea, naiknya frekuensi pernapasan, sianosis, nyeri dada, dan batuk kering
9.      Hilangkan atau minimalkan nyeri
10.  Panas lembab untuk 24 jam pertama

10.  Hasil Yang Diharapkan

1.      Anak dan keluarga memahami pentingnya pemeriksaan tindak lanjut dan kapan harus meminta bantuan medis
2.      Krisis oklusi pembuluh, sekuestrasi dan aplastik yang dialami anak minimal
3.      Keluarga mencari konseling genetik bagi anak lainnya

2.2. Pengkajian

a.       Pengkajian perawatan

Pada pengkajian anak dengan hematologi dapat ditemukan adanya pendarahan kambuhan yang dapat timbul setelah trauma baik ringan maupun berat. Pada umumnya pendarahan di daerah persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha ; sedangkan otot yang paling sering terkena adalah lengan bawah. Khususnya pada bayi dapat terlihat adanya perdarahan yang berkepanjangan setelah bayi dilakukan sirkumsisi, adanya hematoma setelah terjadinya infeksi , sering pendarahan pada mukosa oral dan jaringan lunak, sering awalnya disertai dengan nyeri kemudian setelah nyeri akan menjadi bengkak, hangat, dan menurunnya mobilitas. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai jumlah trombositnya normal, masa protombinnya normal, masa tromboplastin parsialnya meningkat.

b.      Riwayat Keperawatan 

1.      Aktivitas/Istrahat

Gejalah    :Keltihan, kelemahan, Malaise umum. Kehilangan produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak Tanda    :Takikardia/takipnea. Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.

2.      Sirkulasi

Gejalah         : Riwayat kehilangan darah kronis. Riwayat endokarditis infektif kronis.
Tanda           : TD : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar. Distritmia;atnormalitas EKG. Bunyi jantung : murmus sitolik. Ekstermitas (warna) : Pucat pada kulit dan membrane mukosa.

3.      Integritas ego

Gejalah         : Keyakian agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan.
          Mis               : penolakan transfuse darah
Tanda           :Depresi

4.      Eliminasi

          Gejalah         : Riwayat pilonefritis, gagal ginjal, Flatulen, sindrom, malabsorbsi, hematemesis, Diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine
          Tanda           : Distensi abdomen

5.      Makan dan cairan

          Gejalah         : Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan, mual dan muntah, dyspepsia, anoreksia
          Tanda           :Lidah tampak merah daging/halus, membrane mukosa kering, pucat,
          Turgor kulit : buruk, kering tampak kisut, stomatitis dan glositis, Bibir : selitis

6.      Higiene

          Gejalah         : Kurang bertenaga, penampilan tak rapih

7.      Neurosensori

          Gejalah         :Sakit kepala, Insomnia, kelemahan, sensasi menjadi dingin
          Tanda           :Peka rangsang, gelisah, defresi, cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespon lambat dan dangkal. Oftalmik : Hemoragis retina.

8.      Nyeri/Kenyamanan

          Gejalah         : Nyeri abdomen , sakit kepala

9.      Pernafasan
          Gejalah         : Riwayat TB. Abses paru, nafas pendek pada istirahat dan aktivitas
          Tanda           : Takipnea, ortopnea, dan dispnea.

10.  Keamanan

          Gejalah         : Riwayat terpajan terhadap bahan kimia, Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
          Tanda           : Demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadeuopati umum, peteki dan ekimosis.

  1. Penyuluhan dan pembelajaran

          Gejala           : Kecenderungan keluarga untuk anemia
  
2.3. Diagnosa Keperawatan

*      Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita anemia adalah

1.      Perubahan perfusi jaringan berbanding penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2/nutrient ke sel
2.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan
3.      Gangguan pertukaran gas berbanding Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berbanding gangguan membran mukosa oral
5.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berbanding adanya peradangan perubahan sirkulasi
6.      Nyeri berbanding adanya kulit yang pecah, licin dan meradang
7.      Diare berbanding perubahan proses pencernaan
8.      Ansietas berbanding perubahan situasi kesehatan
9.      Kurang pengetahuan berbanding salah interpretasi informasi.

2.4. Intervensi dan Rasional

1.      Perubahan perfusi jaringan berbanding penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2/nutrient ke jaringan tubuh
a.       Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku.
Rasional→ Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan ferfusi jaringan dan membantu kebutuhan intervensi
b.      Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi
Rasional→Vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer
c.       Berikan O2 tambahan sesuai indikasi
Rasional→Memaksimalkan transport O2 kejaringan

2.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan

a.       Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/aktivitas normal, catat laporan keleahan keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas
Rasional→Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
b.      Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan kelemahan otot
Rasional→Menunjukkan perubahan neurology karena defesiensi vit B12, mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera
c.       Awasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas
Rasional→Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adekuat
d.      Anjurkan vasien untuk menghentikan aktivitas palpitasi, nyeri dada, kelemahan dan pusing terjadi
Asional→Regangan/stress kardiopulmonal lebih bannyak dapat menimbulkan dekompensasi.

3.      Gangguan pertukaran gas b/d Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru

a.       Kaji frekuensi kedalaman dan dan kemudahan pernafasan
Rasional→Manifestasi distress pernafasan tergantung pada derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b.      Observasi warna kulit membran mukosa dan kuku, catat sianosis perifer
Rasional→Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/ menggigil namun sianosis daun telinga, membran mukosa dan sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik

4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berbanding gangguan membran mukosa oral
Mandiri :
a.       Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
Rasional→Mengidentifikasi defisiensi menduga kemungkinan intervensi
b.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional→Mengawasi masukan kalori atau kualitas konsumsi makanan
c.       Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan
Rasional→Meningkatkan nafsu makan

Kolaborasi :
a.       Konsul pada ahli gizi
Rasional→Membantu dalam membuat rencana diet untuk kebutuhan
individual
b.      Berikan obat sesuai indikasi misalnya vitamin dan suolemen mineral
Rasional→Kebutuhan pergantian tergantung pada tipe anemia

5.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berbanding adanya peradangan perubahan sirkulasi

a.       Kaji integritas kulit, perubahan turgor kulit, gangguan warna, hangat lokal, eritema, eskoriasi.
Rasional→Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi
b.      Bantu untuk latihan rentang gerak pasif dan aktif
Rasional→Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah statis

6.      Nyeri adanya kulit yang pecah, licin dan meradang

a.       Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
Rasional→untuk mengetahui intervensi yang akan diberikan, bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri
b.      Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan
Rasional→untuk meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan, perbaikan penyembuhan

7.      Diare akibat perubahan proses pencernaan

a.       Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
Rasional→membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang tepat
b.      Auskultasi bunyi usus
Rasional→bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
c.       Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
Rasional→mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defesiensi diet.

8.      Ansietas b/d perubahan situasi kesehatan

a.       Kaji tingkat rasa takut pada klien dan orang terdekat perhatikan tanda pengingkaran
Rasional→Membantu menetukan jenis intervensi yang diperlukan
b.      Akui kenormalan perasaan pada situasi saat ini
Rasional→mengetahui perasaan normal dapat menghilangkan takut bahwa klien kehilangan kontrol
c.       Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan keperawatan sesuai indikasi
Rasional→Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi, menguatkan perasaan berguna dan memperkecil rasa takut.

9.      Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi.

a.       Tinjau tujuan untuk persiapan pemeriksaan diagnostik
Rasional→Ansietas tentang ketidaktahuan meningkatkan stress yang selanjutnya meningkatkan beban jantung
b.      Jelaskan bahwa dara diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk anemia
Rasional→Ini sering merupakan kekuatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien.

2.5. Evaluasi

  1. Tanda vital stabil, membran mukosa warna mera mudah, pengisian kapiler baik. haluaran urine adekuat.
  2. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
  3. Mempertahankan integritas kulit
  4. Mendemonstrasikan ventilasi dan ogsigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/Oksimetri dalam rentang normal

































BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulan dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena bentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit ( sel darah merah, normalnya 5 ribu per mm3 darah) dan lekosit 9 sel darah putih, normalnya 5000 – 10000 per mm3 darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% - 45% voume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak, dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobinyang terkandung dalam sel darah merah.
Jadi, bila anak megaalami Perubahan TTV kearah yang abnormal dapat menunjukan terjadinya peningkatan kehilangan cairan akibat perdarahan / dehidrasi
Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan membantu mengevaluasi status cairan Memberikan informasi tentang derajat hipovolemi dan membantu menentukan intervensi Mempertahankan keseimbangan cairan akibat perdarahan

3.1. Saran

Bila kita sebagai calon perawat bila mendapatkan kasus klien dengan gangguan sistem hematologi terutama pada anak atau bayi sesegera mungkin lakukan pemeriksaan khusus dan Penatalaksaan tranfusi untuk perdarahan di lakukan dengan teknik virisidal yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru rekombinan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular virus.




















DAFTAR PUSTAKA


1.       Burner dan Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8 . EGC Jakarta. 1996
2.       Hardjono, H. dkk. 2003, Interpensi Hasil Test Laboratorium Diagnostik. Penerbit Unhas (Lephas) Anggota IKAPI. Makassar
3.       Marilyn E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice G. Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC. Jakarta . 1993
4.       Ziliwu, 2003, Kumpulan Asuhan Keperawatan, Makassar.