Rabu, 27 Oktober 2010

Khitan klasik atau sirkumsisi taknik standar, konvensional.

Sirkumsisi taknik standar, konvensional.

Khitan metode ini merupakan khitan standar yang paling kuno namun masih banyak dipakai sampai saat ini, baik oleh tenaga medis maupun non medis (paraji sunat ,calak (Jawa), dll). Di Sunda dikenal dengan sebutan sopak lodong.

Keuntungan.

-          Peralatan lebih murah dan sederhana, sudah banyak dikenal masyarakat.
-          Biaya relative lebih murah.

Kerugian atau resiko :

-          Resiko glan terpotong / tersayat sangat tinggi, terutama jika sayatan dibawah koher.
-          Proses memakan waktu cukup lama, kurang cocok untuk acara khitan masal yang lagi marak terahir ini.
-          Mukosa kadang lebih panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang.
-          Bisa terjadi nekrosis jika jepitan koher terlalu lama .
-          Resiko pendarahan operasi relative sangat tinggi,demikian halnya paska operasi.

Teknik khitan standar ( konvensional )

  1. Tandai batas insisi
  2. Pasang klem pada jam 12 dan 6 ditarik ke distal sampai teregang.
  3. Urutlah glans  seproksimal mungkin dan fiksasi glans dengan tangan kiri.
  4. Jepit koher pada batas yang telah kita tandai dengan arah melintang miring (sekitar 40 derajat) antara jam 12 dan 6 ( jam 6 lebih distal)
  5. Yaskinkan bahwa glans tidak terjepit.
  6. Gunting / sayat dengan bisturi dibagian atas atau bawah koher.
  7. Lepaskan koher dan munculkan kembali glans.
  8. Rapikan sayatan terutama jika mukosa masih panjang.

Catatan :
Jika insisi dibawah koher, arah sisi tajam bisturi selalu menjauh dari glans penis.

Khitan usia dewasa

Tanya:
Dok, saya pria 20 tahun dan belum dikhitan. Berat 65 kg, tinggi 169 cm. Saya berniat untuk sunat atau khitan  tapi saya ragu dan bingung, Ada yang mengatakan bahwa anestesi yang dilakukan sebelum sunat disuntikkan di kepala penis, apakah hal itu menyakitkan? Konon sunat dengan metode laser lebih cepat sembuh daripada metode konvensional dan tanpa  memerlukan jahitan? Jovan, Surabaya 
           
Jawab:
Khitan yang dilakukan saat usia sudah dewasa, secara teknis tidak ada kendala. Tentang teknik yang akan digunakan, saat ini memang banyak pilihan. Ada cara konvensional yaitu pemotongan kulit khitan dengan pisau bedah, dengan metode Flashcutter atau bisa dengan sarana laser.
            Dari tiga cara tersebut, tindakan penyuntikan obat kebal (anaestesi lokal) sama-sama dilakukan sebelum proses pemotongan kulit khatan. Suntikan kebal yang utama dilakukan di daerah pangkal penis, suntikan tambahan bisa dilakukan di beberapa tempat di kulit penis, tetapi tidak di kepala penis. Setelah dipastikan efek obat kebal  berfungsi secara efektif, baru kemudian pemotongan kulit khatan dilakukan.
            Pemotongan bisa dilakukan dengan pisau bedah pada cara konvensional, atau bisa dengan Flashcutter, bisa juga dengan sarana laser. Pemotongan dengan Flashcutter atau laser hampir sama, hasilnya setelah dipotong akan sangat minim ada perdarahan. Namun, tindakan untuk menjahit luka bekas irisan tetap dilakukan agar penyembuhan terjadi sempurna.
            Khitan dengan cara konvensional, walaupun setelah pemotongan kulit akan tampak ada darah yang mengalir tetapi tidak masalah. Tindakan untuk mengikat satu demi satu dari saluran darah yang terpotong membutuhkan waktu relative lama dan membutuhkan pengalaman khusus. Bahayanya jika dilakukan dengan sembrono dapat menyebabkan bahaya tersayatnya atau terpotongnya penis. Harap diingat bahwa 100% kasus terpotongnya penis saat khitan terjadi pada metode konvensional ini. Rata-rata, kulit bekas khitan sembuh sekitar 10 hari sampai 2 minggu. Namun jika anda khitan dengan metode flashcutter  dalam kondisi normal umumnya sembuh dalam waktu 3 sampai 5 hari saja. Masalah kecepatan penyembuhan pasca khitan bergantung juga banyak hal. Antara lain, kondisi kesehatan individu, kondisi sterilisasi saat tindakan, alat yang dipergunakan, perawatan pasca khitan dll.

Penis Bengkok atau Peyronie?

Apa itu Peyronie?
Istilah Peyronie mungkin masih awam untuk sebagian orang, karena memang Peyronie tak sepopuler gangguan penis lainnya, seperti impotensi atau ejakulasi dini.
Peyronie adalah terbentuknya jaringan (plak) pada penis, biasanya jaringan ini makin mengeras pada salah satu sisi, yang membuat penis melengkung saat ereksi. Beberapa pria berpenis bengkok mengalami kesulitan saat berhubungan seksual.
Sampai saat ini penyebab Peyronie belum diketahui secara pasti. Namun Peyronie bukan merupakan gangguan serius ataupun termasuk kategori penyakit seksual menular, meskipun ada yang menyebutkan gangguan tersebut dipengaruhi masalah genetis dan cara memperlakukan Mr P. Jangan terlalu cemas jika bentuk penisnya tak terlalu bengkok.
Setiap pria bisa saja mengalami Peyronie, umumnya banyak dijumpai pada pria berusia 50 tahun meskipun tak menutup kemungkinan terjadi pada usia 18 tahun. Bahkan sekitar 80 ribu pria di Inggris mengalami kondisi ini.
Gejala-gejala peyronie
Tiga gejala penis bengkok (Peyronie):
- terdapat benjolan keras pada batang penis
- rasa sakit saat ereksi
- penis bengkok saat ereksi
Jaringan mengeras menimbulkan rasa sakit, yang bisa memicu impotensi. Penis bisa bengkok ke arah kiri dan kanan, meskipun dari banyak kasus yang terjadi penis lebih banyak membengkok keatas. Jika Anda perhatikan penis membengkok dengan tiba-tiba dan cenderung makin berkembang dalam satu sampai tiga bulan. Gejala tersebut lebih sering terjadi dalam keadaan ereksi.
Yang harus dilakukan
Saat Anda merasakan sakit dan terdapat benjolan tak normal di penis anda, segera kunjungi dokter Anda, dan jika memang Anda didiagnosa mengalami Peyronie, tanyakan pengobatan apa yang harus Anda jalani.
Jika dokter Anda tak bisa membantu, jangan ragu meminta rujukan untuk berkonsultsi ke dokter spesialis kelamin dan masalah kesehatan organ seksual, ataupun mengunjungi klinik seksual. Terkadang gangguan ini bisa hilang dengan sendirinya meskipun memakan waktu dan tergantung kondisi tubuh penderita. Sebab, jaringan dalam tubuh selalu aktif beregenerasi, tubuh secara otomatis akan mengganti jaringan-jaringan yang rusak dengan jaringan yang baru.
Pengobatan
Meskipun tak semua penderita gangguan penis bengkok (Peyronie) butuh pengobatan, namun tak ada salahnya mengikuti anjuran berikut:
- Untuk tahap awal dan mencegah terbentuknya pengerasan jaringan, tablet Tamoxifen bisa mengatasinya. Tablet ini biasanya digunakan dalam pengobatan kanker paydara, meskipun tak ada hubungan sama sekali diantara keduanya.
- Vitamin E yang terbukti efektif mengurangi rasa sakit dan kelainan penyakit.
- Verapamil, sering digunakan dalam pengobatan darah tinggi, terbukti bisa mengurangi ukuran plak dan menurunkan rasa sakit dengan menyuntikkannya secara langsung ke plak.
Terapi kejut Extracorporeal atau ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy), pengobatan baru yang digunakan dibeberapa rumah sakit. Pengobatan baru ini terbukti efektif, sampai saat ini belum ada laporan efek samping pengobatan ini dalam jangka panjang.
- Operasi hanya dilakukan jika Anda memang telah menderita Peyronie dalam kondisi parah selama setahun atau lebih, atau bahkan tak mengalami kemajuan dalam jangka waktu tiga bulan. Ada dua jenis prosedur Operasi. Prosedur Nesbitt, prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan jaringan yang menyebabkan bengkok dan memulihkan penis kembali normal (lurus). Prosedur lainnya dengan pencangkokan atau menggunakan bagian urat darah dalam jaringan untuk memperluas area. Dalam beberapa kasus implantasi penile prosthesis juga dianjurkan.
Trik berhubungan seks
Tak perlu cemas, penis bengkok tak berarti tak bisa memuaskan pasangan. Anda bisa menyiasatinya dengan mengubah gaya bercinta Anda. Posisi Woman on Top (WOT), memudahkan Anda mengatur kedalaman penetrasi atau mengontrol gerakan selama bercinta.
Gaya spooning juga bisa Anda lakukan, caranya, minta pasangan berbaring menyamping dan membelakangi Anda, lakukan penetrasi dari arah belakang.
Akan sangat membantu sekali jika Anda mau berkomunikasi dengan pasangan, dukungan dan pengertian pasangan akan membantu menekan kekhawatiran dan kecemasan Anda saat berhubungan seks.

Dorsumsisi, Tehnik Konvensional Dorsal Slit Operation

Dorsumsisi ( Dorsal Slit Operation )
TEKNIK KONVENSIONAL (DORSUMSISI)
Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius.
Keuntungan
  • Kelebihan kulit mukosa bisa diatur
  • Resiko menyayat/memotong penis lebih kecil
  • Mudah mengatur panjang pendek pemotongan mukopsa
  • Tidak melukai glan dan frenulum
  • Pendarahan bisa cepat diatasi
  • Baik untuk penderita fimosis/paraphimosis.
  • Baik untuk pemula.(tehnik yang paling aman)
Kerugian :



  • Pendarahan relative lebih banyak.
  • Teknik sulit dan lebih rumit
  • Insisi sering tidak rata, tidak simetris.
  • Waktu lebih lama.
Urutan / Tahapan Tehnik
  1. Tandai batas insisi dengan menjepit kulit prepusium dengan klem/pinset. 
  2. Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal. 
  3. Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
  4. Preputium diinsisi pada jam 12 diantara jepitan klem dengan menggunakan gunting kearah sulcus coronarius, sisakan mukosa kulit secukupnya dari bagian distal sulcus pasang tali kendali 
  5. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’)
    Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali )
  6. Buat tali kendali pada jam 3 dan 9
  7. Gunting dan rapikan kelebihan mukosa
  8. Rawat perdarahan yang terjadi 
    HEMOSTASIS
     Perawatan perdarahan di lakukan dengan mencari sumber perdarahan dengan menghapus daerah luka dengan menggunakan kasa, bila di dapatkan sumber perdarahan segera di jepit dengan klem/pean arteri kecil. Tarik klem, ligasi dengan mengikat jaringan sumber perdarahan dengan catgut. Potong ikatan sependek mungkin. Cari seluruh sumber perdarahan lain dan lakukan hal yang serupa.
     Jika anda mempergunakan flashcutter, cukup menyentuh pendarahan dengan probe bipolar, seketika langsung terhenti.
     WOUND SUTURE
     Jahitan Frenulum
    Frenulum biasanya dijahit dengan matras horizontal atau boleh dengan matras 8 (cross) ataupun matras horizontal. Setelah dijahit sisakan benang untuk digunakan sebagai kendali.· 


    Jahitan Dorsal
    Jahitan pada dorsal penis mengunakan jahitan simpul. Sisakan benang untuk dibuat tali kendali. (Gambar 18 Simpul pada jam 12)· 


    Jahitan bagian kulit mukosa yang lain
    Dengan menggunakan kendali untuk mengarahkan posisi penis jahit sekeliling luka dengan jahitan simpul (jam 12). Jahitan simpul bisa dilakukan pada jam 3 dan 9 atau jam 2,4, 8 dan 10. Tidak diianjurkan Mengikatnya terlalu erat. Tidak dianjurkan menggunakan jahitan jelujur (Continuous Suture). Bila telah dijahit semua maka lihat apakah ada bagian yang renggang yang memerlukan jahitan.
    WOUND CARE
    Setelah selesai di jahit olesi tepi luka dengan betadine, bila perlu beri dan olesi dengan salep antibiotik.
    Perawatan luka bisa dilakukan dengan metode tertutup atau terbuka.
    Metode terbuka (Open Care )

    Perawatan ini bisa dilakukan bila ada jaminan penderita mampu menjaga kebersihan luka. Setelah diolesi betadine dan salep antibiotika biarkan secara terbuka (dianjurkan urologi).
    Metode tertutup (Close Care)
    Setelah diberi betadine dan salep antibiotika, berikan sufratule secara melingkar. Tutup denga kasa steril, ujung kain kasa dipilin sebagai tempat fiksasi supra pubic dengan menggunakan plester (Balutan Suspensorium) atau biarkan berbentuk cincin (Balutan Ring).
    POST OPERATION CARE
    Medikamentosa
    Analgetika : Antalgin 500mg PO 3dd1
    Asam Mefenamat 500mg PO 3dd1
    Antibiotika : Amoksisilin 500mg PO 3dd1
    Eritromisin 500mg 3dd1
    Roboransia : Vitamin B Complex
    Vitamin C
    Edukasi
    Luka dalam 3 hari jangan kena air.
    Hati hati dengan perdarahan post circumsisi, bila ada segera kontrol
    Perbanyak istirahat
    Bila selesai kencing hapus sisa air kencing dengan tisue atau kasa
    Perbanyak dengan makan dan minum yang bergizi terutama yang banyak mengandung protein, tidak ada larangan makan.
    Setelah 3-5 hari post circumsisi buka perban di rumah segera kontrol.

Kanker Penis

Sinonim:

Penile tumor, penile cancer, penile carcinoma, penile malignancies.

Penyebab (Etiology):

Sedikitnya 25-75% pria yang menderita kanker penis disertai phimosis.

Pada wanita yang pasangan seksualnya menderita kanker penis, maka prevalensi untuk menderita kanker serviks meningkat 3-8 kali lipat dibandingkan dengan yang pasangan seksualnya normal.Peranan infeksi virus terus dipelajari. Baik kanker penis (penile cancer) maupun kanker leher rahim (cervical cancer) berhubungan dengan keberadaan infeksi virus herpes dan human papilloma virus (HPV).

Human papilloma viruses (HPV) tipe 16 dan 18 telah ditemukan pada sepertiga pria yang menderita kanker penis. Apakah virus ini menyebabkan kanker ataukah hanya berperan sebagai saprophytes, belum ditetapkan.

Penile intraepithelial neoplasia dipertimbangkan sebagai precursor, tetapi hanya 5-15% dari lesi ini yang berkembang menjadi invasive squamous cell carcinoma.

Belum ada bukti nyata bahwa smegma merupakan karsinogen (zat penyebab kanker), meskipun hal ini telah dipercaya secara luas.

Tingkatan/Klasifikasi

Pada kanker penis, biasa digunakan sistem klasifikasi Jackson dan TNM sebagai berikut (untuk menghindari salah dalam terjemahan, kami kutip versi bahasa Inggrisnya untuk pembaca):

* The Jackson classification is as follows:

o Stage I (A): The tumor is confined to the glans, prepuce, or both.
o Stage II (B): The tumor extends onto the shaft of the penis.
o Stage III (C): The tumor has inguinal metastasis that is operable.
o Stage IV (D): The tumor involves adjacent structures and is associated with inoperable inguinal metastasis or distant metastasis.

* The TNM classification of the primary tumor (T) is below. Note that the following description is devoid of N (node) and M (metastasis) descriptions. These stages simply relate the presence or absence of nodal and distant metastases.

o TX: Primary tumor cannot be assessed.
o T0: Primary tumor is not evident.
o Tis: CIS is present.
o Ta: Noninvasive verrucous carcinoma is present.
o T1: Tumor invades subepithelial connective tissue.
o T2: Tumor invades corpora spongiosum or cavernosum.
o T3: Tumor invades the urethra or prostate.
o T4: Tumor invades other adjacent structures.

Gejala Klinis:

Pasien datang dengan lesi yang sulit sembuh, disertai “subtle induration” pada kulit, pertumbuhan kecil di kulit (a small excrescence), papula, pustula, tumbuhnya kutil atau veruka (a warty growth), atau pertumbuhan exophytic.


Banyak pria tidak periksa ke dokter sampai kanker meng-erosi (eroded) preputium dan menjadi berbau tidak sedap karena infeksi dan nekrosis.

Adakalanya, kanker penis ditemukan kebetulan pada pemeriksaan histopathology saat khitan (circumcision).

Terkadang ditemukan suatu massa, ulceration, suppuration, atau perdarahan (hemorrhage) di daerah lipat paha (inguinal) karena nodal metastases.


Nyeri jarang timbul bahkan bila telah terjadi kerusakan jaringan setempat (significant local destruction of tissue) yang berarti.Penderita dengan kanker yang telah menyebar luas (advanced metastatic cancer) dapat mengeluhkan lemah (weakness), penurunan berat badan (weight loss), kelelahan (fatigue), lesi pada penis kemungkinan dapat berdarah.


Adanya lesi (luka) di penis yang tak kunjung sembuh (nonhealing) biasanya membuat pasien memeriksakan diri ke dokter.


Kategori lesi pada penis:


1. Lesi yang jinak (benign lesions)Misalnya: pearly penile papules, hirsute papillomas, dan coronal papillae.

2. Lesi yang berpotensi menjadi ganas (premalignant)Ini berhubungan dengan Leukoplakia dan squamous cell carcinoma. Contoh yang paling umum adalah balanitis xerotica obliterans.

3. Lesi yang ganas (malignant neoplasm atau malignant carcinoma)Ini termasuk variants dari squamous cell carcinoma seperti: carcinoma in situ (CIS), erythroplasia of Queyrat, dan Bowen disease.


Pemeriksaan Laboratorium:

1. Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus (specific) atau petanda tumor (tumor markers) pada kanker penis.

2. Pemeriksaan umum, meliputi: hitung darah lengkap, pemeriksaan kimia dengan tes fungsi hati (a chemistry panel with liver function tests), dan penilaian (assessment) status jantung, paru-paru, dan ginjal, sangat membantu untuk mendeteksi masalah yang tak terduga.

3. Pasien dengan penyakit yang parah dapat anemis, dengan leukocytosis dan hypoalbuminemia.

4. Hypercalcemia ditemukan pada beberapa pasien saat ketiadaan penyebaran (absence of metastases).


Prosedur Diagnostik:

Tes diagnostik yang paling penting adalah biopsi.


Terapi:

Terapi Medis:

Neoplasma intraepitel seperti Bowen disease atau erythroplasia of Queyrat dapat diterapi dengan topical 5-fluorouracil.

Radiation therapy

Macamnya:
1. External beam radiation therapy
2. Brachytherapy

Indikasi terapi radiasi:

1. Pria muda dengan kanker pada glans atau coronal sulcus dengan ukuran kecil (<3>


2. Pasien menolak tindakan bedah atau datang dengan metastatic disease dan memerlukan terapi "palliative".

Khitan/sunat (circumcision) direkomendasikan sebelumnya untuk memulai terapi radiasi untuk kanker yang melibatkan/menyertai preputium (kulup zakar).


Terapi radiasi memiliki kekurangan. Squamous cell carcinomas cenderung resistant, dan dosis untuk “high tumor” yaitu 0.6 Gy yang diperlukan untuk merawat tumor dapat menyebabkan urethral fistulae, strictures, penile necrosis, nyeri, dan edema.


Jika kanker terinfeksi, maka efek terapi dapat berkurang, sedangkan risiko terjadinya komplikasi akan meningkat.


Kemoterapi

Obat-obatan yang paling banyak digunakan antara lain: cisplatin, bleomycin, methotrexate, dan fluorouracil.

Terapi Pembedahan (Surgical therapy)

Standar terapi untuk kanker primer adalah pemotongan setempat (local excision) dan partial atau total penectomy.

Pada pasien dengan tumor yang berukuran kecil yang terbatas pada preputium, cukup dengan khitan (circumcision).

Amputasi sebagian (partial amputation) cocok jika kanker meliputi glans penis dan bagian distal penis saat ereksi (distal shaft).

Pada beberapa situasi/keadaan, Local wedge resection dapat dikerjakan dengan mudah (feasible), ini berhubungan dengan rata-rata rekurensi sebesar 50%. Jika surgical resection baik dengan wedge maupun partial penectomy tidak memberikan kebebasan yang cukup (adequate margin), maka strategi total penectomy haruslah dipertimbangkan. Jika sebagian sisa penis (residual penis) dan urethra tidak cukup bagi pasien untuk kencing sambil berdiri, maka dapat dilakukan tindakan perineal urethrostomy.

Teknik bedah lainnya adalah Mohs micrographic surgery (MMS), yang dapat dipakai (applicable) untuk pasien dengan noninvasive disease.

Bedah Laser

Bedah laser (Laser surgery) digunakan pada pasien dengan lesi jinak (benign) dan ganas (malignant) yang ada di permukaan (superficial). Terapi ini telah diterapkan pada kasus-kasus “local and limited invasive disease”. Empat tipe laser yang digunakan dalam bedah laser, yaitu: carbon dioxide, Nd:YAG, argon, dan potassium-titanyl-phosphate (KTP) lasers.

Komplikasi

Sedikit komplikasi bedah yang dijumpai pada eksisi tumor primer, penectomy partial atau complete, misalnya saja:

1. infeksi
2. edema
3. striktura uretra
jika urethral meatus yang baru harus dibuat.

Komplikasi yang berhubungan dengan inguinal node dissections:
1. Komplikasi dini (early complications) misalnya: infeksi luka (wound infection), seroma, skin flap necrosis, phlebitis, dan emboli paru-paru (pulmonary embolus)

2. Komplikasi lanjutan (Late complications) misalnya: lymphedema pada scrotum dan anggota gerak bagian bawah (kaki).

Komplikasi terapi radiasi:

Biasanya terlihat pada tumor yang berukuran lebih besar dari 4 cm.

1. urethral strictures (pada 50% pasien)
2. urethral fistula
3. penile necrosis
4. edema
5. nyeri pada penis
Pembedahan setelah terapi radiasi diperlukan pada 20-60% pasien.

Pencegahan:

Khitan (circumcision) ditetapkan sebagai pencegah (prophylactic) yang efektif untuk kanker penis. Perlu diketahui, kanker penis ditemukan lebih sering ketika khitan/sunat ditunda hingga pubertas. Khitan saat dewasa hanya sedikit bahkan tidak memberikan proteksi dari kanker penis.

Catatan:

1. Penyakit ini jarang terjadi pada pria yang telah disunat (circumcised men), terutama jika disunat saat bayi.

2. Kanker penis cenderung dialami pria dewasa yang berusia kira-kira 60-80 tahun. Pada dewasa muda tidak biasa dijumpai. Suatu penelitian melaporkan bahwa 22% pasien berusia kurang dari 40 tahun, dan hanya 7% yang berusia kurang dari 30 tahun.

3. Jika kanker (carcinoma in situ atau CIS) terjadi di glans penis, disebut erythroplasia of Queyrat. Namun jika terjadi di "follicle-bearing skin of the shaft" disebut Bowen disease.

4. Angka kematian penderita karena kanker penis mencapai 22,4%.

5. Sebanyak 15-50% pasien kanker penis menunda periksa ke dokter selama lebih dari 1 tahun.

6. Sebagian besar kanker penis merupakan "squamous cell carcinomas".

7. Tumor penis dapat ditemukan dimana saja di penis, namun terbanyak ditemukan di glans penis (48%) dan preputium (21%).

Macam-macam Penyulit khitan ( sirkumsisi) dan Penanganannya

Penyulit Dini :

Adalah penyulit yang terjadi saat operasi khitan atau sirkumsisi berlangsung, atau beberapa saat setelahnya. Dibawah ini adalah beberapa penyulit dini sirkumsisi yang dapat  terjadi

-          Hematom
-          Odem
-          Gland Penis Tertusuk atau Tersayat
-          Gland Penis Terbakar Elektrocauter.
-          Syock anafilaktik dan syok neurogenik.
-          Pendarahan Paska Khitan.

Penyulit Lanjut :

-          Infeksi
-          Prepusium Tumbuh Lagi
-          Sukar Kencing
-          Femosis dan Parafimosis Paska Khitan (Sirkumsisi )



A. Penyulit dini.
1. Hematom pada khitan.

Pecahnya pembuluh darah akibat penusukan jarum suntik saat anestesi dapat menimbulkan hematom dimana bocoran darah tersebut mengumpul dan membentuk benjolan yang besarnya bergantung dari banyaknya darah yang keluar dari pembuluh darah. Pada pembuluh darah kecil biasanya hematom tidak membesar karena platelat plug sudah cukup untuk menghentikannya. Maka hendaknya kita evaluasi hamatum untuk beberapa saat, apakah terus membesar atau tidak. Jika terus membesar kita harus berusaha mencari pembuluh darah yang pecah untuk segera menanganinya dengan benang ( diikat)  atau metode flashcutter dan yang lainnya. Sedangkan bekuan darah yang terkumpul tadi segera kita bersihkan atau kita buang. Namun tindakan diatas dapat diabaikan jika hematum tidak membesar.

2. Odem 
Biasanya odem saat khitan diakibatkan cairan anestesi yang tidak terserap, cairan ini terkumpil didalam ja[ringan ikat mukosa dan sub mukosa. Ini dapat mempersulit saat penjahitan luka. Jika odem dirasa sangat mengganggu sabaiknya dibuang atau dikurangi. Meskipun jika kita abaikan pada ahirnya cairan tersebut secara fisiologis akan terserap (di-absorbsi) dengan sendirinya, namun membutuhkan waktu absorbsi yang berfariasi sampai mencapai 24 jam.


3. Gland Penis Tersayat , Tertusuk atau Terpotong.


fraktur penis
fraktur penis

Luka bakar
Penyulit yang satu ini tentunya sangat erat kaitannya dengan ketelitian, kecerobohan atau profesionalisme pelakunya. Kejadian ini umumnya terjadi pada metode khitan konfensional, sejauh ini belum ditemukan pada khitan metode laser, Flashcutter atau sejenisnya. Jika ini terjadi pendarahan pada gland penis umumnya sangat deras terutama saat ereksi. Tindakan pertolongan pertama adalah menekan pendarahan dengan kasa berulang-ulang. Dalam kondisi tertentu dapat diberikan adrenalin pada kasa tersebut (dikompres), namun harus diperhatikan denyut nadi penderita, jika terjadi takhikardi segera hentikan kompres. Dapat pula diberikan injeksi transtamin atau karbazokhrom semisal Adona. Jika anda mahir mempergunakan Flashcutter, dapat mempergunakan fasilitas penghenti pendarahan dengan cara melepas dengan cepat tekanan kasa dan sentuhkan dengan cepat ( jangan ditekan) ujung bipolar Flashcutter pada pembuluh darah yang tampak terpotong atau bocor. Pemakaian inipun harus berhati-hati dan butuh pengalaman agar tidak menimbulkan luka bakar. Jika anda membutuhkan penjelasan lebih lanjut tantang penggunaan alat ini dapat anda KLIK DISINI.




Jika luka sangat parah dan anda ragu untuk dapat menanganinya dengan baik, segera dilarikan ke rumah sakit atu dokter ahli bedah.

4. Syok anafilaktik, syok neurogenik.

Syok neurobenik, disebabkan kegagalan resistensi arteri sehingga darah tertimbun pada pembuluh darah yang berdilatasiakibat perangsangan saraf atau psikis, bias berupa nyeri hebat, reaksi ketakutan yang amat sangat maupun trauma spinal.
Syok neurogenik dapat dikenali tanda-tandanya atau gejalanya diantaranya: pucat, keringat dingin, lemas, badan terasa melayang, mual, bahkan dalam tahap lanjut penderita dapat pingsan diikuti hipotensi dan bradikardi. Selain yang diakibatkan anastesi spinal atau trauma spinal, syok neurogenik dapat sembuh spontan, hal yang perlu dilakukanadalah dengan meletakkan kepala penderita lebih rendah dari kaki. Juka penderita masih pingsan perlu dicari penyebab yang lain.

Syok anafilaktik, diakibatkan reaksi alergi tipe cepat (tipe1), terjadinya segera atau beberapa saat setelah masuknya allergen, misalnya obat atu pasien menunjukkan tanda-tanda syok. Reaksi ini sifatnya individual dan agak sulit diduga. Kebanyakan terjadi akibat pemberian antibiotic dan serum seperti ATS.
Jeka pasien mengalami hal ini penatalaksanaan perawatannya sebagai berikut :
-          Letakkan pasien dalam posisi terlentang.
-          Suntikkan segera adrenalin 1:1000 sebanyak 0,3-0,4ml (im), sebaiknya otot deltoid atau subcutan (sc) dan segera di massage, ulangi pemberian 0,3-0,4ml adrenalin tiap 5-20menit sampai tekanan sistolik mencapai 90-100 mmHg dan denyut jantung/nadi tidak melebihi 120x/menit.
-          [ Suntikan antihistamin difenhidramin 10-20mg.][Kortiko steroid-hidrokortison 100-250mg (iv) perlahan lahan atau deksamethason 8-20mg(iv) >> 1ml mengandung 5mg deksamethason)] [ Aminophilin 200-500mg (iv) perlahan-lahan bila ada spasme bronchial. >>1ml mengandung 24mg aminophilin ]
-          Bila nafas berhenti segera beri nafas buatan, bila disertai berhenti detak jantung segera berikan tindakan pijatan jantung ( penekanan pertengahan sternum).
-          Bersama dengan pemberian adrenalin, lakukan pernafasan buatandan kompresi jantung, pemasangan infuse dengan cairan apa saja,kalau ada dapat dengan kristoloid (NaCl dan Ringer Laktat) dengan tetesan secepat mungkin (deras).
-          Observasi dengan seksama sampai tanda-tanda vital stabil.

5. Pendarahan Paska Khitan.

Pendarahan ini dapat terjadi beberapa saat setelah operasi selesai atau anak sudah berada dirumah atau beberapa jam kemudian. Hal ini diakibatkan oleh ikatan/ ligasi yang lepas, akibat kurang sempurnanya ikatan atau anak hiperaktiv. Dapat pula diakibatkan ketidaktelitian operator dalam mencari dan menghentikan pendarahan.

Pendarahan banyak terjadi pada anastesi local yang mengandung adrenalin pada khitan metode konfensional, karena pada saat efek vasokonstriktor bekerja pembuluh darah kecil berkontraksi sehingga tidak tampak adanya pendarahan, namun setelah efeknya habis akan muncul pendarahan. Faktor anemi dan gizi buruk juga ikut andil dalam kasus ini. Hal ini dapat diminimalisir jika dilakukan dengan metode Flashcutter yang bekerja 2 fungsi dalam sekali tindakan, artinya Flashcutter atau laser atau sejenisnya disamping melakukan pemotongan juga memberi efek pembuntuan pembuluh darah terpotong sehingga sudah pasti resiko pendarahan lebih kecil.

Jika terjadi pendarahan cukup besar, tindakan yang paling aman adalah jahitan dibuka kembali dan dicari sumber pendarahannya, kemudian diligasi setelah dianastesi ulang terlebih dahulu. Namun jika pendarahan hanya merembes artinya tidak deras, dapat dikompres dengan kasa yang telah dibasahi adrenalin. Dapat dipertimbangkan juga pemberian karbozokrom salisilat (adona, adrome).


Flashcutter khitan

.
  1. Flashcutter Easy Release DC 107.
Adalah alat khitan/sunat, pengangkat kutil (tumor di kulit ) , kulit kelamin (genital) serta anus metode elektrik tercanggih saat ini. Tanpa ada pendarahan, minimal luka bakar dan steril. Tidak pakai listrik (PLN) cukup pakai baterai rechargeable yang nggak perlu diganti, cukup di charging sekali cukup dipakai khitan 100X, baterai tidak perlu diganti sampai bertahun-tahun. GARANSI 1th
Apa bedanya dengan electric cauter?
Jika maksudnya adalah elektro kauter yang selama ini beredar di Indonesia, jelas sekali perbedaannya, diantaranya :
Elektro kauter mempergunakan jaringan listrik (PLN) untuk tenaganya, jelas sekali ini sangat merepotkan dan perlu dipertimbangkan pula bahayanya. Selain kurang praktis, dapat dibayangkan jika anda sedang mengkhitan tiba-tiba listrik padam. Belum lagi untuk daerah yang tidak terdapat jaringan PLN. Sedangkan Flashcutter tidak perlu jaringan listrik saat dipergunakan, kecuali sedang mengisi baterai (charging ) yang cukup untuk 100X khitan sekali charging. Jelas lebih praktis dan sama sekali tidak berbahaya.
Bagaimana dengan luka bakar ?
Memang dewasa ini banyak ditemukan hasil khitan elektrik (elektro kauter) yang sarat luka bakar, pendarahan, infeksi, rasa nyeri paska khitan, bahkan ada yang sampai tersengat arus listrik. Tentu saja ini erat kaitannya dengan profesionalisme pelakunya plus standarisasi peralatan yang sangat lemah. Inilah akar permasalahannya.
Maksudnya gimana dong? Apa penyebab luka bakarnya?
Penyebab utamanya terletak pada peralatan itu sendiri, dimana elektro kauter umumnya mempergunakan logam tumpul dan membara ( solder ) untuk memotong atau lebih tepatnya membakar kulub (preputium). Bagaimanapun benda tumpul akan mengakibatkan kerusakan jika dipakai untuk memotong, apalagi dalam keadaan membara. (bayangkan sendiri).
Bagaimana dengan Flashcutter ?
Perancang Flashcutter telah mengerti benar bahwa pada operasi bedah disyaratkan luka buatan dengan hasil yang lurus (tidak terkoyak) bersih dan steril. Gunanya untuk memudahkan penyatuan jaringan saat penjahitan, hasil yang bagus, mencegah timbulnya infeksi dan otomatis luka cepat sembuh. Untuk itu dibutuhkan pisau yang tajam dan steril. Nah…! Flashcutter mempergunakan benang logam yang sangat halus dan tajam untuk memotong, dimaksudkan agar proses berjalan cepat dengan bara yang terfokus pada satu garis target, sehingga jaringan yang dioperasi tidak terlalu lama kontak dengan panas untuk meminimalisir luka bakar. Dalam prakteknya hasil khitan flashcutter tidak menunjukkan adanya luka bakar dan umumnya sembuh dalam waktu 3 hari saja.
Benarkah baterai Flashcutter mampu untuk 100x khitan dalam sekali pengisian ?
Benar !, Flashcutter sangat efektif dipakai untuk khitan masal, banyak yang membuktikan untuk mengkhitan 100 orang cukup dengan satu alat saja. Karena proses pemotongannya cukup dengan hitungan detik saja (3 sampai 6 detik). Jika kita ambil rata-rata pemotongan 5 detik saja, maka untuk mengkhitan 100 orang butuh waktu 500 detik. Sedangkan pisau Flashcutter apabila dalam 1x charging dapat menyala sampai 20menit (1.200 detik). Maka jika pasien khitan anda tidak mencapai angka seratus orang tiap bulannya, maka selama itu pula anda tudak perlu melakukan charging (pengisian muatan baterai).
Jika rusak gimana?, sparepartnya susah nggak?
Flashcutter jarang sekali rusak, dalam database kami diperoleh informasi dalam waktu 2 tahun baru ada 2 orang yang melaporkan kerusakan untuk mendapatkan layanan garansi. Itupun hanya kerusakan baterainya saja. Sekalipun ada kerusakan fatal sparepart Flashcutter dapat diperoleh dengan mudah, cukup telepon agen terdekat, barang siap diantar. Jika di wilayah anda tidak ada agen, pesan saja di internet atau via telepon.. Jika butuh segera : KLIK DISINI untuk malakukan pemesanan online, KLIK DISINI untuk melihat daftar harga maupun catalog produk, gampang kan?. Semoga bermanfaat.

TINDAKAN PADA SYOK ANAFILAKTIK



Syok anafilaktik adalah salah satu kegawat daruratan yang mungkin sering akan kita hadapi dilapangan selaku tenaga medis. berikut beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menanganinya.
Penderita segera dibaringkan,

  1. Suntikkan Adrenalin (1/1000), 0,3-0,5ml (i.m./s.c.),
  2. Tempat tidur bagian kaki dinaikkan (diganjal) ± 15 cm sehingga didapat posisi kaki lebih tinggi dari kepala (posisi Trendelenburg),
  3. Ukur tekanan darah:
-Bila tekanan darah belum mencapai 90-100 mmHg atau
-Frekwensi jantung (heart rate), belum 90 X / mnt. maka pemberian Adrenalin dapat
diulang selang waktu 7-10 menit (max. 4 X injeksi)

4. Hydrocortison 2 cc atau Dexamethasone 1-2 ampule diberikan i.m./i.v.
5. Bila perlu dapat
diberikan infus NaCl 0,9%

5. Bila tekanan systolik telah mencapai 90-100 mmHg penderita diobservasi:
- disuruh duduk
- kemudian berdiri
- dan akhirnya jalan

Bila sudah baik boleh pulang.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DEMAM TYPHOID

Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Media penularan adalah air dan makanan yang tercemar oleh kuman S.typhi. Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi yang belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak tidak baik yang didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan.

MANIFESTASI KLINIS
Panas badan tipe step ladder pattern, lidah tifoid, bradikardi relatif, Gejala saluran pencernaan (mual, muntah, mencret, atau konstipasi).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan peningkatan leukosit sebagai penanda adanya proses infeksi.
Pada pemeriksaan widal yang dilakukan setelah panas hari 7, dinyatakan bermakna bila titer O > 1/320, atau titer O < 1/320 dan meningkat 4 kali lipat dalam 2 minggu, atau titer O (-) pada awal pemeriksaan dan menjadi positif dalam 2 minggu tanpa melihat angka titer. Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam typhoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan typhoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi, yaitu darah < 5cc, riwayat vaksinasi sebelumnya, dan pengambilan darah setelah minggu pertama, sebab pada minggu pertama aglutinin dalam darah masih tinggi sehingga menekan pertumbuhan kuman.

PENATALAKSANAAN
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x 500mg. Paracetamol diberikan sebagai penurun panas dengan dosis 3 x 500mg, Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare Istirahat tirah baring

Anastesi Untuk Khitan

Anestesi
Sircumsisi pada umumnya menggunakan anestesi lokal, teknik anastesi yang dipakai biasanya blok, infiltrasi atau gabungan keduanya.
Anestesi Pada Sirkumsisi metode Flashcutter
Khitan dengan Flashcutter dapat dilakukan anestesi dengan teknik Infiltrasi maupun
blok. Bergantung pada kondisi atau kebiasaan dengan mempertimbangkan kelebihan
dan kekurangan masing-masing.
Anestesi Infiltrasi
Daerah penyuntikan disesuaikan dengan lokasi persarafan.
Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi penis berada pada sekitar jam 11 dan jam 1, cabang cabangnya sekitar di jam 5, jam 7 serta daerah frenulum.
Lokasi penyuntikan adalah sekitar ½ - 2/3 proksimal batang penis secara subkutis agak kedalam sedikit agar obat masuk ke tunika albuginea.
Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5 menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.
Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.
ANASTESI BLOG
Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokiran nervus pudendus yang terletak dibawah fasia Buch dan ligamentum suspensorium dengan cara memasukkan cairan anestesi dengan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis, diatas simfisis osis pubis sampai menembus fasia Buch.
Obat anestesi
Yang banyak digunakan adalah Lidokain HCL2%, baik yang ditambah adrenalin (Pehacain) ataupun tidak. Untuk anestesi infiltrasi dapat diencerkan sampai 0,5% dengan aquabides, dimaksudkan untuk mengurangi resiko intoksikasi obat. Dapat pula lidokain dioplos dengan markain dengan perbandingan 50-70:30-50, untuk mendapatkan onset cepat dan durasi yang lama.
Reaksi toksik dapat terjadi karena kesalahan penyuntikan sehingga obat masuk ke pembuluh darah atau karena dosis yang terlampau tinggi

Sumber: Teknik Khitan By angga adyatma s.kep.Ners

CARA MENGHITUNG CAIRAN INFUS




Terkadang kita agak kesulitan dalam menghitung tetesan infus yang akan kita berikan kepada seorang pasien, berikut tips2 nya
RUMUS
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro

contoh soal :
1. infus 500 cc diberikan kepada seorang pasien 20 tetes makro/ menit habis dalam berapa jam? jika dalam micro?
jawab : 1 cc = 20 tetes makro --> berarti pasien diberikan 1 cc/ menit
infus yang tersedia 500 cc --> = akan habis dalam 500 dibagi 60 menit = 8,333 jam
kalo dalam micro tinggal di kali 3 aja. jadinya = 24,99 jam.
2. berapa tetes macro per menit tetesan 500 cc infus RL harus diberikan agar habis dalam 4 jam?
jawab : 500 cc dibagi 4 jam = 125 cc --> ini jumlah cc RL yang harus diberikan per jamnya
125 cc dibagi 60 = 2,083 cc / menit. ini jumlah cc RL yang harus diberikan per menitnya.
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro jadi 2,083 cc = (2,083 x 20) 41,66 tetes makro = (2,083 x 60) 124,98 tetes mikro. mudah kan?
selamat mencoba!

ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.

Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.

Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal.

Indikasi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.

Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Perlengkapan

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain.
Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan.

Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.

Teknik Anestesi Spinal

Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal).
Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.
Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III hal.261-264.
2000. Jakarta.

Dobridnjov, I., etc. Clonidine Combined With Small-Dose Bupivacaine During Spinal Anesthesia For Inguinal Herniorrhaphy: A Randomized Double-Blind Study. Anesth Analg 2003;96:1496-1503.

Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik.
Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.

ANESTESIA EPIDURAL


Epidural anestesia merupakan salah satu bentuk teknik blok neuroaksial, dimana penggunaannya lebih luas daripada anestesia spinal. Epidural blok dapat dilakukan melalui pendekatan lumbal, torak, servikal atau sacral (yang lasim disebut blok caudal). Teknik epidural sangat luas penggunaannya pada anestesia operatif, analgesia untuk kasus-kasus obstetri, analgesia post operatif dan untuk penanggulangan nyeri kronis.
Ruang epidural berada diuar selaput dura. Radik saraf berjalan di dalam ruang epidural ini setelah keluar dari bagian lateral medula spinalis, dan selanjutnya menuju kearah luar.
Onset dari epidural anestesia (10-20 menit),lebih lambat dibandingkan dengan anestesi spinal. Dengan menggunakan konsentrasi obat anestesi lokal yang relatif lebih encer dan dikombinasi dengan obat-obat golongan opioid, serat simpatis dan serat motorik lebih sedikit diblok, sehingga menghasilkan analgesia tanpa blok motorik. Hal ini banyak dimanfaatkan untuk analgesia pada persalinan dan analgesia post operasi.
Lumbal epidural
merupakan daerah anatomis yang paling sering menjadi tempat insersi/tempat memasukan epidural anestesia dan analgesia. Pendekatan median atau paramedian dapat dikerjakan pada tempat ini. Anestesia lumbal epidural dapat dikerjakan untuk tindakan-tindakan dibawah diafragma. Oleh karena medula spinalis berakhir pada level L1, keamanan blok epidural pada daerah lumbal dapat dikatan aman, terutama apabila secara tidak sengaja sampai menembus dura.
torakal epidural
secara teknik lebih sulit dibandingkan teknik lumbal epidural, demikian juga resiko cedera pada medula spinalis lebih besar. Pendekatan median dan paramedian dapat dipergunakan. Teknik torakal epidural lebih banyak digunakan untuk intra atau post operatif analgesia.
Cervikal epidural biasanya dikerjakan dengan posisi pasien dudu, leher ditekuk dan menggunakan pendekatan median. Secara klinis diginakan terutama untuk penanganan nyeri.

TEKNIK ANESTESI EPIDURAL
Dengan menggunakan pendekatan median atau paramedian, jarum epidural dimasukan melalui kulit sampai menembus ligamentum flavum. Dua teknik yang ada untuk mengetahui apakah ujung jarum telah mencapai ruang epidural adalah teknik “loss of resistance” dan “hanging drop”.
Teknik “loss of resistance lebih banyak dipilih oleh para klinisi. Jarum epidural dimasukkan menembus jaringan subkutan dengan stilet masih terpasang sampai mencapai ligamentum interspinosum yang ditandai dengan meningkatnya resistensi jaringan. Kemudian stilet atau introduser dilepaskan dan spuit gelas yang terisi 2 cc cairan disambungkan ke jarum epidural tadi. Bila ujung jarum masih berada pada ligamentum, suntikan secara lembut akan mengalami hambatan dan sutikan tidak bisa dilakukan. Jarum kemudian ditusukan secara perlahan milimeter demi milimeter sambil terus atau secara kontinyu melakukan suntikan. Apabila ujung jarum telah mesuk ke ruang epidural, secara tiba-tiba akan terasa adanya loss of resistance dan injeksi akan mudah dilakukan.

AKTIFASI EPIDURAL
Jumlah (volume dan konsentrasi) dari obat anestesi lokal yang dibutuhkan untuk anestesi epidural relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan anestesi spinal. Keracunan akan terjadi bila jumlah obat sebesar itu masuk intratekal atau intravaskuler. Untuk mencegah timbulnya hal tersebut, dilakukan tes dose epidural. Hal ini dibenarkan dengan menggunakan jarum ataupun melalui kateter epidural yang telah terpasang.
Test dose dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan injeksi ke ruang subaraknoid atau intravaskuler. Test dose klasik dengan menggunakan kombinasi obat anestesi lokal dan epineprin : 3 ml lidokain 1,5 % dengan 0,005 mg/mL epineprin 1:200.000. Apabila 45 mg lidokain disuntikan kedalam ruang subaraknoid akan timbul anestesi spinal secara cepat. 15 g epineprin bila disuntikan intravaskuler akan menimbulakan kenaikan nadi 20% atau lebih. Beberapa menyarankan untuk menggunakan obat anestesi lokal yang lebih sedikit suntikan 45 mg lidokain intratekal akan menimbulkan kesulitan penanganan pada tempat tertentu, misalnya di ruang persalinan. Demikian juga, epineprin sebagai marker injeksi intravena tidaklah ideal. False positif dapat terjadi (kontraksi uterus sehingga menimbulkan nyeri yang berakibat meningkatnya nadi) demikian juga false negatif (pada pasien yang mendapat  bloker). Fentanil telah dianjurkan untuk digunakan sebagai test dose intravena, yang mempunyai efek analgesia yang besar tanpa epineprin. Yang lain menyarankan untuk melakukan tes aspirasi sebelum injeksi dapat dilakukan untuk mencegah injeksi obat anestesi lokal secara intravena.

OBAT-OBAT ANESTESI EPIDURAL
Obat-obat epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diharapkan, apakah akan digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplementasi pada anestesi umum, atau untuk lokal analgesia. Antisipasi terhadap lamanya prosedur akan memerlukan suntikan tunggal short- atau long acting anestesi atau membutuhkan pemasangan kateter. Umumnya penggunaan obat dengan durasi kerja pendek sampai sedang pada anestesi menggunakan lidokain 1,5-2%, 3% kloroprokain, dan 2% mevipakain. Obat dengan durasi kerja lama termasuk bupivakain 0,5-0,75%, ropivakain 0,5-1%, dan etidokain. Hanya obat-obat anestesi lokal yang bebas preservatif atau yang telah diberi label khusus untuk epidural atau kaudal saja yang dianjurkan.
Sesuai dengan kaidah bolus 1-2 mL per segmen, dosis ulangan melalui kateter epidural dikerjakan dalam waktu yang tetap, berdasarkan pengalaman praktisi terhadap enggunaan obat tersebut, atau apabila telah menunjukan regresi blok. Waktu regresi dua segmen sesuai dengan karakteristik masing-masing obat anestesi lokal dan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan level sensoris sebanyak dua level dermatum. Bila telah terjadi regresi dua segmen, boleh diberikan suntikan ulang sebanyak sepertiga sampai setengah dari dosis inisial.
Harus dicatat bahwa kloroprokain, suatu ester dengan onset yang cepat, durasi yang pendek, dan toksisitas yang rendah, akan mungkin bertumpang tindih dengan efek efek epidural dari opiat. Dulunya formulasi dari kloroprokain dengan preservatif bisulfit dan EDTA tampaknya menjadi suatu permasalahan. Preparat bisulfit menimbulkan neurotoksik bila disuntikan intratekal dengan volume yang besar. Sedangkan formulasi EDTA menimbulkan nyeri pinggang yang berat (diperkirakan karena terjadinya hipokalemia lokal). Saat ini preparat kloroprokain sudah bebas preservatif dan tidak menimbulkan komplikasi tersebut.
Bupivakain, yang merupakan salah satu anestesi lokal golongan amide dengan onset yang lambat dan durasi kerja yang panjang, mempunyai potensi menimbulkan toksisitas sistemik. Anestesi untuk pembedahan diijinkan untuk menggunakan formulasi 0,5 % dan 0,75 %. Konsentrasi 0,75 % tidak dianjurkan pada anestesi obstetri. Penggunaannya pada masa lalu dilaporkan menimbulkan cardiac arrest sebagai akibat injeksi kedalam intravena. Kasulitan dalam melakukan resusitasi dan tingginya angka kematian sebagai akibat ikatan dengan protein yang sangat tinggi dan kelarutan bupivakain dalam lemak, mengakibatkan akumulasi dalam sistim hantaran jantung sehingga timbul refractory re-entrant arrhythmias. Konsentrasi yang sangat encer dari bupivakain (misal 0,0625%) sering dikombinasi dengan fentanil dan digunakan untuk analgesia untuk persalinan dan nyeri pasca operasi.S-enantiomer dari bupivakain : levobupivakain, tampaknya berefek anestesi lokal pada konduksi saraf tetapi tidak menimbulkan efek toksik secara sistemik. Ropivakain, kurang toksik dibandingkan bupivakain, potensi, onset, durasi dan kualitas blok sama dengan bupivakain.

KEGAGALAN BLOK EPIDURAL
Tidak seperti anestesi spinal, yang mana hasil akhirnya sangat jelas, dan secara teknis tingkat keberhasilannya tinggi, anestesi epidural sangat tergantung pada subyektifitas deteksi dari loss of resistance (atau hanging drop). Juga, lebih bervariasinya anatomi dari ruang epidural dan kurang terprediksinya penyebaran obat anestesi lokal, karenanya membuat anestesia epidural kurang dapat diprediksi.
Kesalahan tempat penyuntikan obat anestesi lokal dapat terjadi dalam sejumlah situasi. Pada beberapa dewasa muda, ligamentum spinalis lembut dan perubahan resistensi yang baik tidak bisa dirasakan, dengan kata lain kekeliruan dari loss of resistance tidak bisa dipungkiri. Demikian juga bila masuk ke muskulus paraspinosus dapat menimbulkan kekeliruan loss of resistance. Penyebab lain kegagalan anestesi epidural seperti injeksi intratekal, subdural, dan injeksi intravena. Walaupun dengan konsentrasi dan volume yang adekuat dari obat anestesi lokal telah dimasukkan kedalam ruang epidural, dan waktu yang dibutuhkan telah mencukupi, beberapa blok epidural tidak berhasil. Blok unilateral dapat terjadi bila obat diberikan lewat kateter yang keluar dari ruang epidural. Bila blok unilateral terjadi, masalah tersebut dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm dan disuntikan ulang dimana pasien diposisikan dengan bagian yang belum terblok berada disisi bawah. Bisa juga pasien mengeluh akibat nyeri viseral pada blok epidural yang bagus. Pada beberapa kasus (tarikan pada ligamentum inguinale dan tarikan spermatic cord), yang lainnya seperti tarikan peritoneum. Pada keadaan ini diperlukan pemberian suplementasi opioid intravena. Serat aferen visceral yang berjalan bersama nervus vagus mengakibatkan semua hal ini.

KEMATIAN AKIBAT ANESTESI

SHIANNE, EVA, SISIKA, BUTET, KRISMAYA

Lebih tepat dan lebih baik untuk menganggap kematian anastesi sebagai " kematian yang terjadi selama anastesi", sejak ada bagian yang menghitung jumlah kematian yang diakibatkan oleh anastesi; tindakan pemberian anastesi dan teknik anastesi diatur kembali akibat dari meningkatnya kematian akibat anastesi. Dari penelitian itu tidak sering berhubungan antara zat anastesi dengan tindakan yang dilakukan oleh ahli anastesi sehingga hal ini tidak menjadi bagian dari penyebab kematian.
Penyelidikan ini adalah kompleks. Dengan mengabaikan fakta bahwa mayoritas terjadi di rumah sakit harus tidak dilupakan bahwa beberapa terjadi pembedahan-walaupun mengenai gigi ahli patologi rumah sakit berkompeten untuk melaksanakan bagiannya, otopsi seharusnya, dan secara normal adalah, disebut suatu ahli patologi mandiri, yang terutama/lebih disukai suatu ahli patologi forensik dengan pengalaman dari pengujian ini
Itu  harus disadari bahwa penemuan phatologist's, walaupun suatu bagian integral penyelidikan, adalah sering suatu penjelasan yang tidak cukup kematian. Penyebab mungkin telah dalam kaitan dengan faktor, sifat alami yang menempatkan mereka di luar lingkup dari pengujian nya ( polson, 1955)
Tidak jarang pengujian pemeriksaan mayat menghasilkan penemuan negatif, dan phatologist tidaklah kemudian sanggup untuk menyatakan suatu pendapat seperti pada obat bius, atau administrasi nya, adalah suatu faktor di (dalam) kematian; ini telah ditetapkan oleh pengalaman berburu ( 1958) dan harrison ( 1968). Mereka mengambil pandangan bahwa] peran patologi telah terbatas, secara keseluruhan, kepada pendeteksian tentang penyakit alami, tanda kerusakan yang lebih jelas dengan] prosedur obat bius atau kesalahan dalam prosedur berhub. dg pembedahan. Di dalam kealpaan dari penemuan positif patologi telah dipaksa untuk menerima rumusan tersebut " tidak ada apapun untuk menunjukkan bahwa  obat bius tidaklah skifully diberi"
Bagaimanapun posisi saat ini, telah appreciably meningkatkan dengan mengakses ke toxicological analisa, dan oleh karena itu ketika penemuan otopsi adalah negative negative patologi perlu mengumpulkan material untuk tujuan ini, dan, mungkin perlu, memperoleh nasihat dari ahli racun yang terkait dalam rangka memastikan bahwa material yang sesuai, di dalam kondisi dan jumlah cukup, diminta pengujian ( blanke, 1960; campbell et.al, 1961; rieders, 1969)
Di mana itu ditinggalkan kepada phatologist sebagai tapak kaki bersaksi kepada penemuan yang medis tersebut adalah sangat mendesak bahwa ia pasti mempunyai kesempatan tersebut untuk mendiskusikan keadaan kasus dengan ahli bius dan clinician terkait. Pemeriksa mayat boleh baik dengan bijaksana memutuskan untuk dengar bukti mereka sebagai tambahan terhadap phatologist nya, jika ia adalah untuk menjangkau suatu penafsiran  benar penyebab  kematian tersebut. Ia  juga mempunyai informasi tentang segala   relevan  toxicological penemuan
Klasifikasi Kematian Yang Berhubungan dengan Anestesi
Beberapa klasifikasi pernah diumumkan, misalnya oleh Saphira dkk (1960) dan Harisson (1968).Pembagian  sederhana kematian akibat anastesi :
  1. Kematian dikarenakan oleh anestesi dan /atau cara pelaksanaannya.
  2. Kematian dikarenakan oleh kecelakaan pembedahan selama anestesi.
  3. Kematian dikarenakan oleh penyakit alami,lainnya yaitu terapi yang diberikan atau penyakit yang sering terjadi sekarang ini.
Bahaya atau resiko dari anestesi merupakan pertimbangan secara terperinci oleh beberapa orang penulis, termasuk Keating (1966).
A.. KEMATIAN DIKARENAKAN OLEH ANESTESI DAN ATAU CARA PELAKSANAANNYA
            Harus diperhatikan bahwa kematian karena anestesi sangat luar biasa . Laporan umum berkata bahwa kejadian kematian pada waktu atau segera setelah operasi rata-rata 0,2% -0,6 % dari operasi dan kematian disebabkan oleh anestesi hanya 0,03%-0,1%  dari seluruh anestesi yang diberikan. Kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi, dari laporan kejadian karena anestesi sangat bervariasi dari 5%-50% (Campbell,1960). Beberapa penulis memiliki daftar  penyebab kematian dikarenakan oleh anestesi, misalnya: Edward dkk(1956), Campbell (1960), Sphira dkk (1960) dan Dinnick (1964), Love (1968). Harisson (1968). (Hasil laporan Eward dkk (1956) dan Dinnick (1964) berdasarkan rangkaian mengadakan pemeriksaan dengan perkumpulan dokter anestesi, tentu saja panjang, tapi hanya sedikit proporsi dari hal ini yang dapat diketahui dengan pemeriksaan patologi.

(i)   Kurang pengalaman
Morton dan Wylie (1951) berpendapat bahwa sebagian besar kematian pada waktu anestesi dikarenakan kurangnya pengalaman dan kegagalan dalam melakukan tindakan pencegahan ketika intubasi. Hal ini mungkin saja benar. Hal ini meliputi kecelakaan dikarenakan intubasi (misalnya Penggeluaran aspirasi, kekakuan tube dan bronkoskopi, masing-masing mungkin karena hambatan vagal jika pernafasan dari anestesi tidak adekwar. Penyumbatan pernafasan setelah operasi dengan tube/swab mungkin juga terjadi.

(ii)  Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan dalam bidang anestesi yang modern dapat memerankan arti penting untuk sebuah insidens, contohnya overdosis barbiturat secara intravena atau kolaps setelah menggunakan obat tersebut. Gagal jantung telah dihubungkan dengan penggunaan trichloroethylen. Penggunaan urea secara intravena dapat menyebabkan hipertensi. Penggunaan halotan yang aman telah menjadi subjek pada beberapa laporan dan terbukti bahwa obat ini dapat menyebabkan nekrosis hati dan akhir-akhir ini, halotan dilaporkan dapat menyebabkan hiperpireksia malignan/ganas.Tygstrup (1963) menemukan hubungan antara halotan dan nekrosis hati, tetapi berdasarkan pengalaman Muschin dkk (1964) menunjukkan bahwa setelah penggunaan halotan dapat menyebabkan hepatitis, biasanya setelah berulang kali terpapar dengan obat anestesi ini. Enam dari sebelas pasien meninggal antara hari kedelapan sampai hari kedua puluh delapan setelah penggunaan halotan dan pada peneriksaan post mortem tampak nekrosis hati yang masif dan tampak gambarab hepatitis akut. Penggunaan halotan sendiri atau bersama dengan suxamethonium saat ini diketahui dapat menimbulkan komplikasi anestesi yang mengkhawatirka seperti yang sudah diketahui yaitu hiperpireksia malignan.Karakteristik hiperpereksia malignan ini tidak hanya berupa kenaikan suhu ke level yang berbahaya, meskipun mencapai 110 derajat farenheit tapi juga takikardi, hiperpnoea, sianosis dan kaku pada otot (Barlow dan isaacs, 1970). Kondisi ini yang menyebabkan tingginya angka kematian pada kebanyakan pasien. Yang harus dipikirkan pertama kali adalah adalah reaksi dari suxamethonium tapi ternyata hanya mengobservasi penggunaan halotan (Harrison, 1968a; Drury dan Gilbert, 1970). Hal ini tampaknya terjadi secara genetik dan terjadi pada keluarga yang mempunyai subklinis penyakit miopati dan nilai serum kreatinin fosfokinase yang tinggi (Isaac dan Barlow, 1970).
Anestesi dengan nitrat oksida jarang yang fatal dan bila terjadi kematian kemungkinan berhubungan dengan penggunaan yang tidak berpengalaman atau tidak efisien. Contohnya adalah kematian saat sedang dianestesi oleh ahli anestesi dan saat terapi pembedahan pada ovulsi kuku jari kaki (Polson, 1955).
Kematian seorang anak perempuan yang bekerja sebagai resepsionis dokter gigi, dia mengalami overdosis yang fatal setelah mengadiksi nitrat oksida secara inhalasi (Enticknap, 1961).
Pada tahun 1966, merebaknya kasus keracunan akibat nitrat oksida menimbulkan kekhawatiran yang berdampak buruk dan suatu saat menjadi kenyataan dan ini menjadi masalah pada obat-obatan yang berbentu gas. Akibatnya pasien terinhalasi oleh nitrat oksida (Brit. M.J, 1966).
Setelah tahun 1966, kematian pada 2 pasien diakibatkan oleh inhalasi nitrat oksida. Berdasarkan penyelidikan bahwa nitrat oksida itu terkontaminasi oleh nitrit oksida. Ini merupakan akibat dari tidak disiplinnya mengikuti pareturan yang aman di pabrik nitrat oksida. Ketika selindir nitrat oksida diteliti, 40.000 dites dan hasilnya sebanyak 65 ditemukan adanya kontaminasi nitrit oksida (Lancet, 1966a, 1966b; Brit. M.J, 1966; Brit. J. Anaesthesia, 1967 )
Penggunaan atropin dapat menyebabkan hiperpireksia oleh karena mekanisme regulasi panas (Tettersall, 1953; Pask, 1964). Contohnya dilaporkan oleh Harris dan Hutton, 1956.
Adrenalin dan kokain : Makintosh (1948-9) memusatkan perhatian pada adrenalin dan kokain. Kesalahan penggunaan adrenalin untuk kokain menyebabkan 2 kematian mendadak. Makintosh mempertimbangkan kematian ini terhadap penggunaan kokain pada lokal anestesi bukan langkah penting untuk produksi vasokostriksi dan kombinasi kedunya ini meningkatkan toksisitas adrenalin dan kokain. Makintosh juga memusatkan perhatiannya untuk membedakan antara 2 % kokain dalam adrenalin dan 2 % kokain dengan adrenalin. Makintosh meragukan eksistensi sensitivitas kokain, menurut percobaannya kecelakaan- kecelakaan tersebut berhubungan dengan overdosis atau kombinasi dengan adrenalin.

(iii)  Faktor Klinik
Hal ini meliputi : ventilasi kurang, volume darah kurang, transfusi tidak adekwat dan anoksia. Belakangan ini tidak hanya sering dikarenakan sebab yang tidak diketahui, bahaya ini disebabkan kerusakan otak (Courville 1960, Brierley dan Miller 1966). Pada suatu peristiwa tahun 1959 anoksia karena kerusakan otak besar telah menyebabkan kematian pada anak-anak. Pada peristiwa itu kematian dikarenakan tidak efisiennya pelaksanaan dokter anestesi, yaitu dirinya sendiri pada waktu itu dibawah pengaruh anestesi.
Tidak/kurang hati-hati pada hipotermia,hiperpireksia dan reaksi sensitivi dan alat-alat regulasi pernafasan khususnya selama periode setelah operasi, mungkin yang lainnya kecelakaan.
Kemampuan perawat selama periode setelah operasi dengan pasien pada posisi yang aman merupakan perlindungan yang penting dan mereka harus mengobservasi langsung pasian sampai ia sembuh kembali dalam keadaan sadar. Meskipun jika ditinggalkan sendiri dalam beberapa menit penggeluaran pernafasan fatal mungkin saja terjadi (mackintosh,1948-9).

(iv)          Kecelakaan Teknik

Pemberian darah yang tidak cocok sekarang jarang terjadi. Abduksi abnormal dari lengan selama transfusi dapat menimbulkan brachial paralisis,seakan-akan normal hanya sementara. Kecelakaan ini berhubungan dengan tindakan pengadilan pemerintah pada tahun 1953 ( Crawfordv. Charing Cross Hospital Board). Infusi cairan yang salah juga luar biasa terjadi. Pasien meninggal ketika ia salah menerima sodium sitrat seharusanya normal saline. Kesalahan ini sebagian besar dikarenakan kenyataan warna dari kedua cairan yang terisi dalam botol yang mirip dengan label yang sama juga dalam lemari penyimpanan yang sama. Kesalahan telah terjadi seslesai gagal untuk mengecek label,telah salah menyuntikan untuk lokal anestesi. Dokter anestesi sendiri seharusnya mengecek udara yang keluar atau swab yang digunakan berlebihan dan kurang hati-hati dalam pernafasan. Mereka seharusnya mendisain dengan benar dan mengontrol selang atau alat-alat (Gamer v. Morrell,1955: Urry dan Urry v. Bierer 1955). Pada masa lampau jarang terjadi ledakan diruang operasi selama anestesi.   

B.  KEMATIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN SAAT  PEMBEDAHAN
Kematian berdasarkan kategori ini biasanya dideteksi dari autopsi dan tidak dibutuhkan diskusi,mereka mempertimbangkan kematian yang berhubungan dengan anestesi,seperti Harrison(1968) dan ada dalam bentuk monograph, seperti Beecher Todd (1954) dan Boba (1965)
 Berdasarkan pengalaman patologi forensik (Mant,1958) pada prinsipnya ditemukan perdarahan masif, perforasi kandung kemih, emboli udara, contohnya terjadi pada pembedahan di regio aksila dan pada pembedahan besar.
Kebanyakan komplikasi pada penatalaksanaan pembedahan seperti paska gastrotomy,pada pankreastitis akut, yang terjadi pada beberapa jam setelah pembedahan atau diluar periode pembedahan.
Pada kasus kematian selama periode ini,diseksi yang hati-hati pada pembedahan akan menimbulkan kecelakaan saat pembedahan.

C.  KEMATIAN YANG BERASAL DARI SEBUAH PENYAKIT
Pada kebanyakan kasus kematian yang berhubungan dengan anestesi,penyebab kematian  adalah penyakit. Sering akibat tindakan bedah dan pada pasien yang sakit akan meninggal dan tidak dapat dihindari, contohnya hasil dengan ganggguan  biokimia yang berat yang berhubungan dengan obstruksi intestinal akut. jika memang kondisinya sangat dibutuhkan untuk dilakukan pembedahan tidak menimbulkan hal fatal seperti penyakit jantung iskemik,pada beberapa kasus pembedahan memang sangat beresiko. tetapi kematian ditemukan menjadi berhubungan dengan penyakit alami yang tidak terduga, biasanya hasil otopsi pada kasus kematian paska pembedahan sangat bernilai.
pada laki-laki usia pertengahan, tampak sehat, dioperasi di atas tulang rawan pada lutut. pada kesimpulan pembedahan secepatnya perban dilepas dari kakinya. pasien tiba-tiba kolaps, nadi tak teraba dan meninggal.
Pada otopsi tampak emboli pulmoner yang masif dengan trombus pada vena kaki, perban yang terlepas menyebabkan emboli masuk dalam sirkulasi. pada kondisi yang lain, kematian yang mendadak setelah pembedahan ditemukan perdarahan pada perikardium yang timbul karena ruptur infark kardiak yang diakibatkan trombosis koroner. pada pemeriksaan histologi menunjukkan kemungkinan terjadi beberapa hari setelah operasi.
Penyakit yang tidak dicurigai dapat menimbulkan keadaan darurat yang tidak diinginkan selama anestesi yang dapat menyebabkan kematian.
Griffitsh (1958) mengambarkan, kolaps yang terjadi secara itba-tiba yang berhubungan dengan hipotensi disebabkan karena hipoplasia adrenal, hipertensi pulminan berhubungan dengan pheochromositomas, tension pneumotorak, yang terjadi dari ruptur bula empisema dan trombosis cerebral. Harisson (1968) perdarahan, penyakit jantung iskemik dan ruptur aneurisma aorta.  

Fungsi Pemeriksaan Patologi Dalam Investigasi Kematian Akibat Anestesi
Hal ini akan jelas terlihat lebih detail bahwa banyak bahaya/resiko dokter anestesi yang sulit untuk dideteksi dengan peeriksaan post mortem dan pemeriksaan patologi.Tidak ada satupun bagian yang penting dalam investigasi ini.Ia dalam kesaksian yang idependent.Ia dapat mendeteksi/menyingkirkan bukti-bukti,benda asing dalam pernafasan,kesalahan pembedahan dan penyakit alami.Meskipun Ia mungkin tidak kompeten untuk menunjukan /mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan toksikologi.Ia harus bertanggung jawab untuk mengumpulkan materi yang sesuai untuk analisis.Hal ini mungkin bukan cara yang tepat tapi dalam jumlah yang cukup.jika ada keraguan kita sebaiknya konsultasi dengan ahli toksikologi sehingga suatu masalah dapat diatasi.         
Dengan segala kemungkinan ia harus mengkonsultasikan dengan dokter anestesi atau dokter bedah yang terlibat untuk penatalaksanaan autopsi pada korban.
Ahli patologi bertugas untuk menampilkan otopsi yang kompeten dan harus mencocokan antara barang bukti dan penemuannya,ahli patologi juga bisa mengambil hasil-hasil yang faktual dari ahli toksikologi jika dikemudian hari hasilnya tidak sesuai.
    
Dental Anestesi
Pada penggunaan anestesi umum dental mempunyai banyak resiko,ini terjadi didalam ruangan operasi. Ada beberapa bahaya resiko yang spesifik adalah masuknya udara kedalam saluran pernafasan bisa melalui darah,gigi atau penutup mulut.
Adapun penggunaan lignocain yqang disuntikan pada periodontal disuntikan dengan anestesi lokal dalam posisi duduk,agar dapat dialirkan kedalam darah,supaya tidak terjadi hipotensi maupun penurunan kesadaran.Dan biasanya jika dilakukan suntikan anestesi dibagian inferior syaraf dental dapat menyebabkan kollaps yang terjadi secara mendadak. Keterangan dalam hal ini telah dituliskan dalam suatu tulisan yang berjudul EMERGENCY DENTAL PARTIKEL {1971}. Yang isinya menerangkan kriteria yang bagaimana yang dilakukan untuk tindakan anestesi dental, sehingga dapat menurunkan bahaya resiko dari tindakan yang telah dilakukan profesi kesehatan. Meskipun demikian, seringkali terjadi mendadak sehinng diperkenalkanlah alat - alat yang dapat menanggulangi aresiko tersebut.          
Adapun didalam penerapannya ia menerangkan bahwa hal tersebut merupakan suatu pelajaran yang dapat menghasilkan harapan yang diinginkan .
Penemuan adanya swab didalam bronkus merupakan kerangan yang didapat dan ini juga dapat menjadi bukti yang kuat, atau dengan adanya swab didalam bronkus merupakan suatu keterangan sebab terjadinya kematian.
Pada tahun 1961 ROBERTSON menerangkan bahwa untuk menemukan adanya swab didalam bronkus pasien, ditentukan dengan jalan traceotomy. Ia juga membuktikan bahwa swab sangat menyokong sebab terjadinya kematian.Dan juga menerangkan bahwa trakea adalah tempat terjadinya pertukaran udara,tetapi disini@keadaan@kollaps bukan merupakan suatu bukti yang kuat telah terjadi obstruksi pada paru-paru. Dia juga menerangkan bahwa tindakan percobaan respirasi tidak akan menghilangkan swab didalam bronkus tersebut, dan dia juga menerangkan bahwa paru-paru dapat berfungsi normal jika terjadi en bloc maka lakukan penarikan trakea dengan jalan menggunting sampai bagian belakang dinding trakea terbuka, sehinngga udara dapat mengalir, tindakan ini dapat menyingkirkan swab melalui tindakan trakeotomy dapat juga sebagai bukti sebab terjadinya kematian akibat tindakan kekerasan pada bronkus. Oleh sebab itu dia merekommendasikan bahwa terjadinya pertukaran aliran udara en bloc dimasukkan kedalam medicoillegal, tetapi jika hal ini dalam prakteknya menemukan banyak dugaan maka dilakukan tindakan @pembedahan@tubuh mayat.
            Dia juga diminta untuk meneliti@masalah@yang sama. Pada pasien ini penyebab kematian akibat bronchitis dan pneumonia, lalu dia melakukan tindakan trakeotomy dimana kelainan pertama kali ditemukan adanya perpindahan aliran udara paru-paru yang terhambat dengan prosedur umumnya. Dia menemukan dengan menggunakan kapas swab pada bronchus bagian kanan. Yang terpenting adalah terdapat partial kollaps pada paru-paru@yang menyebabkan tersumbatnya aliran udara ke paru-paru antara lain adalah partikel-partikel yang masuk ke dalam pernapasan berupa swab yang menghalangi udara        Alasan kedua tentang hal itu adalah dilakukan tindakan autopsy ini, adalah sering dilakukan oleh seorang perawat ketika dia melakukan pembukaan trakeotomy akibat sumbatan dari kapas dan plester terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan kematian.
            Keterangan yang dapat menyebabkan kelainan patologis bahwa tidak adanya indikasi yang dapat dengan segera melakukan percobaan dengan memindahkan aliran udara yang masuk dengan jalan menggunting. Meskipun didalam tes ini dapat membantu didalam tindakan autopsy lainnya tetapi sebagian dari kapas swab dapat membuat perbaikan. Sebelum melakukan tindakan pembedahan mayat terlebih dahulu melakukan tindakan trakeotomy karena hanya tindakan tersebut dapat menyingkirkan swab pada bronchus dan kerasnya swab dapat dihilangkan agar aliran udara dapat masuk ke dalam saluran pernapasan jika terlebih dahulu membukanya dengan gunting yang tajam dan balon udara akan terbentuk jika menggunakan gunting yang tumpul dalam menyingkirkan swab didalam trakea.
            Dia juga menemukan benda asing yang tersusun atas dua gabungan seperti benang wol yang dilakukan secara terpisah dan gambarannya mirip alat yang digunakan untuk membersihkan trakea bukannya yang digunakan untuk menutup pada tindakan trakeotomy setelah terjadi kematian.
@
            Pemeriksaan histology dari swab pad lesi dan segmen bronchus yang normal sebagai control menunjukkan bahwa pada dinding lesi bronchial diliputi oleh reaksi peradangan dimana peradangan pada dinding bronchus control ditekan oleh permukaannya  sendiri.@
            Penelitian menunjukkan lesi perdangan bronchus setelah terjadi kematian tanda-tanda peradangan akan hilang dengan mekanisme kompresi dan pengosongan pembuluh darah yang berdilatasi pada dinding bronkioli.